REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI oleh organisasi Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Laporan itu terkait rapat paripurna DPR RI yang menyetujui hak angket DPR tentang kinerja KPK pada Jumat (28/4).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai, keputusan pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah tidak sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Bahkan, menurut dia, diduga melanggar dan menabrak mekanisme yang berlaku.
"Untuk itu MAKI hendak menyampaikan laporkan dugaan pelanggaran kode etik Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 terhadap teradu utama Fahri Hamzah selaku ketua sidang Rapat Paripurna dan turut teradu lainnya Setya Novanto, Agus Hermanto, Taufik Kurniawan selaku wakil sidang Rapat Paripurna," ujar Boyamin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/5).
Menurut dia, pengambilan keputusan persetujuan hak angket DPR tidak melalui mekanisme voting setelah terdapat anggota tidak setuju, di mana ada tiga fraksi yang menolak yakni PKB, Gerindra, dan Demokrat sejak awal. Sesuai aturannya, pengambilan keputusan persetujuan paripurna DPR ketika aklamasi tidak dapat ditempuh maka harus dilakukan voting.
Selain itu, pengambilan keputusan persetujuan hak angket juga tidak melalui penundaan dan lobi-lobi setelah terdapat penolakan dan walk out anggota DPR. "Dalil hendak Jumatan terlalu mengada-ada karena sebenarnya dapat dilakukan skorsing dan dilanjutkan setelah Jumatan dan jika perlu sampai malam atau setelah masa reses," kata Boyamin.
Selain itu, Fahri yang mengetuk palu persetujuan secara sepihak tidak melakukan penghitungan kehadiran secara fisik pada saat memintai persetujuan. Padahal sesuai UU MD3 disyaratkan rapat paripurna hak angket dihadiri minimal separuh dari jumlah anggota DPR.
"Ini nampak bentuk ketakutan hak angket akan tidak sah dan ditolak karena jika dihitung kehadiran secara fisik, pasti kurang dari separuh jumlah anggota, dan membuat hak angket tidak bisa dilakukan," katanya.
Kejanggalan lainnya kata Boyamin juga nampak dari Fahri Hamzah yang tidak menyebut secara lengkap jumlah pengusul hak angket. Sehingga menimbulkan kesimpangsiuran informasi jumlah pengusul sebenarnya. Padahal terlepas dari kurang atau telah memenuhi, menjadi kewajiban Ketua Sidang untuk menyampaikan nama dan jumlah anggota DPR pengusul. "Namun ini tidak, dan patut dicurigai jumlahnya kurang 25 sehingga khawatir tidak memenuhi persyaratan," kata dia.
Karena itu, melalui pelaporan tersebut ia meminta MKD agar melakukan sidang untuk membentuk panel melibatkan tokoh dari luar DPR untuk memproses laporan tersebut. Ia mengatakan, laporan tersebut sudah diterima MKD dan akan segera diproses.