REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kemandirian atau independensi untuk menolak permintaan DPR RI dalam membuka suatu perkara. Hal tersebut disampaikan Jimly terkait hak angket yang digulirkan DPR dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Jimly mengatakan, jika hal tersebut sudah menyangkut proses hukum, maka sudah menjadi tanggung jawas di forum pengadilan. "Jadi sebebas-bebasnya kedaulatan di parlemen, tetap ada batasnya, yakni forum peradilan," tegasnya di Gd. Komisi Yudisial, Kramat Raya, Jakarta Pusat. Kamis (4/5).
Jimly menyampaikan, KPK punya kebebasan untuk mengatur mana saja perkara yang bisa dibuka dan mana yang tidak bisa dibuka. Dia mengatakan, rule of law puncaknya di forum keadilan, kalau demokrasi puncaknya di forum parlemen.
"Jadi, pakailah hak DPR ditempatnya. Jika sudah masuk proses hukum, harus di setop! Tidak boleh lagi," tegasnya.
Sebaiknya tegas Jimly, kedepannya semua lembaga penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK ketika rapat dengar pendapar (RDP) dengan komisi III tidak boleh membicarakan kasus. Tetapi, kata dia, hanya bicara soal yang umum, semisal anggaran, karena itulah fungsi dari parlemen DPR.