Sabtu 06 May 2017 10:13 WIB

Pemerintah Didesak Cari Solusi Terkait Larangan Penangkapan Benih Lobster

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Hazliansyah
Seorang pemburu lobster usai memeriksa perangkap, di Pantai Rancabuaya, Kabupaten Garut, Kamis (24/3).(Republika/Edi Yusuf)
Seorang pemburu lobster usai memeriksa perangkap, di Pantai Rancabuaya, Kabupaten Garut, Kamis (24/3).(Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Gerakan kebangkitan petani dan nelayan (Gerbang Tani) menyesalkan tidak adanya solusi bagi nelayan dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terkait larangan penangkapan benih lobster. Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pembina Gerbang Tani Indonesia Muhaimin Iskandar pasca-Kementerian KKP mengeluarkan aturan Permen-KP Nomor 1 Tahun 2015 tentang pengaturan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.

Sesuai aturan tersebut, penangkapan lobster hanya boleh dilakukan dengan ukuran panjang karapas di atas 8 sentimeter. Selain itu, kepiting dengan ukuran lebar karapas di atas 15 sentimeter dan rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 sentimeter.

"Kementerian kelautan mengeluarkan permen tersebut tanpa dibarengi dengan solusi konkret. Otomatis sangat memberatkan nelayan," ujar Muhaimin Iskandar saat melakukan kunjungan ke acara Hari Nelayan di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Sabtu (6/5).

 

Menurut Cak imin, sapaan akrab Muhaimin, Kementerian Kelautan dan Perikanan harusnya memberikan solusi alternatif sehingga tidak menghancurkan mata pencaharian nelayan. Jika tidak ada solusi, jelas akan berdampak kepada perekonomian nelayan.

"Kenapa misalnya tidak membuatkan balai benih lobster bagi rakyat, budidaya lobster size dua ons ke bawah bagi nelayan?" ujar cak Imin.

Ia pun meminta KKP segera merumuskan jalan keluar dari persoalan tersebut agar nelayan tidak kehilangan mata pencaharian. Menurutnya, tanpa solusi tersebut akan makin menambah persoalan bagi masyarakat nelayan.

"Selain makan, anak nelayan butuh pendidikan, keluarganya pun butuh jaminan kesehatan. Itu semua hanya mengandalkan dari hasil tangkapan ikan di laut," ujarnya.

Apalagi, lanjut Mantan Menteri Tenaga Kerja tersebut, nelayan yang dianggap melanggar aturan tersebut diancam dengan hukuman pidana. "Berdosa pemerintah ketika anak nelayan tak bisa melanjutkan sekolah dan DO (drop out) karena bapaknya dipidanakan," ujar Cak Imin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement