REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) yang menjadi tim advokasi warga RW 12 Manggarai mempertanyakan hasil pemetaan ulang yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada warga terdampak proyek Kereta Api Bandara di Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan. Pemetaan ulang itu dilakukan karena terdapat kesalahan pada 11 nama penghuni rumah yang dicatut oleh PT KAI.
Namun, menurut kuasa hukum warga RW 12 Manggarai dari PBHI, Nasrul Dongoran, pemetaan itu justru menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. Menurut Nasrul, pemetaan yang dilakukan pada, Jum'at (5/5) itu, justru menunjukkan kesemrawutan proyek yang dilakukan PT KAI.
Seperti pada perkembangan sebelumnya, lagi-lagi Nasrul mempermasalahkan //master plan// yang tidak ditunjukkan PT KAI. "Mereka hanya data lokasi dan tidak membawa master plan," ujarnya kepada Republika di Jakarta, Ahad (7/5).
Selain itu, menurut Nasrul, terdapat ketidaksesuaian data pada layout dan data di lapangan. Hal ini berimbas pada bertambahnya satu rumah warga yang akan terdampak proyek PT KAI.
Sebelumnya PT KAI menyatakan, untuk proyek ini ada, 11 bangunan yang akan ditertibkan. Akibatnya, menurut Nasrul, penghuni rumah yang bernama Dedi pun bertanya-tanya.
Selain itu, Nasrul juga mempermasalahkan soal Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) PT KAI atas wilayah terdampak. Menurut dia PT KAI belum menunjukkan Amdal yang jelas.
Nasrul menambahkan, warga tidak mungkin menolak jika proyek nasional ini memilik master plan jelas. Yang dipertanyakan apakah ini sesuai administrasi atau sudah sesuai prosedur pelaksanaan PT KAI. "Mereka akhirnya berganti-ganti tentang status kepemilikan, mereka enggak paham," kata Nasrul.
Ketika dikonfirmasi ke PT KAI soal pemetaan ulang ini, manajemen mengaku belum bisa menginformasikan hasil pemetaan ulang ini. Senior Manager Humas PT KAI Daop 1 DKI Jakarta Suprapto mengatakan saat ini PT KAI masih mengolah data itu setelah sebelumnya fokus pada Aksi Simpatik 55, Jum'at (5/5).
Namun, Suprapto memastikan jika PT KAI akan segera menginformasikan ketika data yang didapat dari pemetaan sudah jelas dan final. Hal ini, menurut Suprapto, demi menjaga kondusivitas dan menghindari provokasi dari pihak yang tidak diinginkan. "Informasi dan datanya masih dinamis, masih belum. Kalau fixed juga nanti kita publikasikan jika sudah," ujarnya.