REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden terpilih Prancis Emmanuel Macron memulai tugas pertamanya pada Senin (8/5). Ia harus membentuk sebuah tim pemerintahan yang efektif dalam waktu yang singkat, menjelang pemilihan parlemen negara itu yang digelar pada 11 dan 18 Juni mendatang.
Dilansir dari BBC, partai yang didirikan Macron, En Marche juga diumumkan telah berubah nama menjadi La Republique En Marche. Meski pria berusia 39 tahun itu ingin menjadi partai terbesar yang mendominasi, namun nampaknya hal tersebut tidak dapat dilakukan karena politikus dari En Marche selama ini tidak memiliki kursi di parlemen.
Dalam pemilihan umum putaran kedua atau final, Macron mendapatkan jumlah suara sebanyak 66,1 persen. Ia mengalahkan saingannya dari partai sayap ekstrem kanan Prancis National Front, Marine Le Pen yang hanya mengantongi 33,9 persen suara.
Meski demikian, jumlah partisipan dalam pemilu dilaporkan cukup rendah. Hal ini dilihat dari jumlah surat suara yang kosong atau dirusak sebagai tanda pemilih tak menentukan siapa salah satu kandidat untuk menjadi pemimpin baru Prancis.
Tugas pertama Macron setelah terpilih menjadi presiden adalah mendampingi Presiden Francois Hollande. Mereka tampil bersama meletakkan karangan bunga di sebuah makam prajurit tak dikenal. Ia akan menjadi pemimpin termuda sejak Napoleon Bonaparte yang menjadi pemimpin militer dan politik Prancis dan terkenal pada masa Perang Revolusioner.
Sementara itu, Le Pen yang kalah dalam pemilu kali ini mengatakan tidak akan mundur dari politik Prancis. Ia bersumpah secara radikal merombak dan menemukan gerakan politik dan membuka kemungkinan partainya berubah nama.
Pemilu kali ini juga menjadi sejarah baru bagi partai yang dikenal anti-imirgan dan anti-Uni Eropa tersebut. Meski National Front dikenal sebagai gerakan rasisal, antisemit, dan anti-Muslim, di bawah kepemimpinan Le Pen sejak enam tahun, nampaknya citra dari partai ini menjadi lebih baik.
Front Nasional disebut perlahan mendapat tempat dalam 45 tahun terakhir, dengan kenaikan elektoral yang stabil. Sejumlah isu yang membuat keuntungan bagi partai tersebut diantaranya ancaman teroris, krisis pengungsi, dan imigrasi yang terjadi di Prancis membuat sejumlah orang mulai menaruh harapan.