REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah laporan tahunan di Australia menyebutkan adanya peningkatan tajam'penipuan menggunakan sosial media seperti Facebook, dengan korban mencapai 200 ribu orang dengan kerugian 300 juta dolar AS (sekitar Rp 3 triliun).
Laporan yang dibuat oleh Badan Perlindungan Konsumen Australia (ACCC) mengatakan terjadi peningkatan 47 persen penipuan dibandingkan tahun sebelumnya. "Saat ini susah sekali mengetahui siapa yang jujur dan siapa yang penipu." kata wakil kepala ACCC Delia Rickard.
Laporan yang dibuat bersama antara ACCC dan Jaringan Pelaporan Kejahatan Online Australia menunjukkan adanya 200 ribu laporan penipuan tahun lalu, dengan total kerugian mencapai 300 juta dolar AS (sekitar Rp 3 triliun).
Rickard mengatakan dua bentuk penipuan yang paling banyak terjadi adalah kencan online, dan penipuan jual beli. Sekitar 30 persen korban penipuan dalam soal kencan online, yaitu sebanyak 1352 orang mengatakan mereka menjalin kontak lewat sosial media, khususnya Facebook.
"Penipu kencan online ini menipu dengan membuat korban mereka jatuh cinta dan kemudian menggunakan rasa percaya yang diperlihatkan korban untuk mengambil uang mereka," kata Rickard.
"Jangan sekali-kali mengirim uang ke seseorang yang Anda tidak kenal, karena uang anda pasti tidak akan kembali. "
Penipun kencan online lain merugikan warga Australia sebanyak 42 juta dolar AS di tahun 2016, nomor dua setelah penipun investasi, yang menimbulkan kerugian sekitar 59 juta dolar AS. Penipuan penjual barang palsu semakin meningkat, dimana korban melihat adanya iklan toko online yang menjual barang-barang ternama dengan harga murah.
ACCC mengatakan banyak dari toko online ini adalah palsu, dan para korban membeli barang yang sebenarnya tidak ada. Penipuan seksual (sextortion) juga menggunakan sosial media untuk mengetahui korbannya.
Bentuknya adalah pemerasan dengan menggunakan foto-foto bernada seksual dari korban yang diancam akan disebarkan bila mereka tidak mau membayar. "Kami melihat sejumlah besar orang mengirim foto-foto bernada seksual kepada orang yang mereka kenal di online, kemudian menjadi sumber pemerasaan dalam jumlah besar, dan bila mereka tidak membayar, gambar-gambar itu akan disebarkan ke keluarga dan teman dekat." kata Rickard.
Perempuan paling banyak jadi korban
Perempuan Australia berusia di atas 55 tahun paling banyak menjadi korban dengan sekitar 45 persen diantara para korban. Seorang wanita berusia 50 tahunan, yang dikenal dengan nama Jillian, mengatakan dia dihubungi oleh penipu lewat Facebook Messenger tahun lalu.
"Saya baru saja mengakhiri hubungan jangka panjang, sehingga dalam keadaan lemah secara emosional. Saya baru saja berenang dan ketika keluar dari kolam renang, saya melihat ada pesan di Messenger, dan tentu saja saya tertarik," katanya kepada ABC.
"Saya menjawab dan pria ini mengaku sebagai seorang kolonel angkatan darat Amerika, dan sekarang berstatus duda. Pada awalnya tampak betul-betul nyata."
Perempuan ini mengatakan dia merasa 'tersanjung' ketika di minggu berikutnya dia terus mendapat pesan beruntun dari pria tersebut. "Saya berulang kali menerima pesan, dan ketika saya bertanya kepadanya, walau tidak secara langsung, saya baru menyadari kemudian dia tidaklah betul-betul menjawab pertanyaan saya."
Dia kemudian terhindar dari penipuan setelah seorang teman yang bekerja di bidang IT memperingatkan adanya kemungkinan penipuan setelah dia menceritakan apa yang dialaminya. "Saya akhirnya menyerahkan telepon walau agak enggan, dan dia mengatakan semua pesan sudah di copy dan di paste, dan saya merasa menyesal. Kepercayaan saya terhadap manusia lainnya menurun, dan saya tidak lagi mudah percaya," katanya.
Dia kemudian menghapus berbagai pesan yang diterimanya dan melaporkan nama orang yang berusaha menipunya ke situs online ACCC: Scamwatch.
Facebook paling banyak digunakan
Rickard mengatakan mayoritas yang melapor ke Scamwatch adalah mengenai penipuan menggunakan sosial media dilakukan lewat Facebook.
"ACCC sedang bekerjasama dengan Facebook, juga dengan bank-bank besar, dan juga uusaha pengiriman uang seperti MoneyGram, Paypal, Western Union dan Apple untuk menangani penipuan dan mengurangi dampak penipuan terhadap konsumen." kata Rickard.
Seorang juru bicara Facebook mengatakan usaha pengamanan sudah dilakukan dalam desain seluruh produk Facebook. "Sistem keamanan kami melakukan pengecekan jutaan kali per detik untuk menangkap ancaman dan menghilangkannya sebelum mereka sampai ke konsumen." kata seorang juru bicara dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara tersebut mengatakan Facebook sudah berhasil memenangkan sekitar dua miliar dolar AS dalam proses hukum terhadap para penipun, dan sudah memberikan masukan kepada ACCC dalam cara mendeteksi adanya usaha penipuan.
Sekitar 25 ribu orang yang melaporkan mengenai usaha penipuan lewat email hal yang dikenal dengan nama phishing, namun hanya 194 yang melaporkan mengalami kerugian finansial.
Diterjemahkan pukul 15:30 AEST 15/5/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini