REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan Presiden Joko Widodo harus segera menginstruksikan semua unsur intelijen untuk melakukan operasi intelijen khusus guna mengejar dan menangkap aktor-aktor teror di Indonesia.
"Presiden harus memberikan instruksi untuk melakukan operasi intelijen khusus," kata Hasanuddin dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (25/5).
Aparat intelijen, kata jenderal purnawirawan TNI-AD itu, harus aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah, terutama lokasi yang patut dicurigai sebagai tempat persembunyian dan latihan perang para kombatan ISIS.
"Apabila ada indikasi-indikasi yang kuat, segera kordinasi dengan aparat keamanan untuk segera dilakukan tindakan," tutur Hasanuddin.
Selain itu, kata mantan sekretaris militer kepresidenan ini, aparat keamanan harus aktif melakukan razia bahan-bahan kimia yang berpotensi dijadikan bom.
Yang tidak kalah penting menurut Hasanuddin adalah pihak imigrasi harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk wilayah Indonesia, dan juga warga negara Indonesia yang kembali ke Tanah Air dari luar negeri.
Ia menduga aksi bom di Kampung Melayu memiliki kaitan dengan darurat militer yang ditetapkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Pulau Mindanao akibat baku tembak antara tentara dan kelompok ISIS di kota Marawi pada Selasa (23/5/).
Aksi teror itu diduga dilakukan oleh kelompok pendukung ISIS di Indonesia untuk memunculkan eksistensinya dan mengumumkan kepada dunia internasional bahwa ISIS ada juga di Indonesia.
Oleh karena itu, kata dia, pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao yang membuat ruang gerak ISIS semakin terbatas harus dicermati pemerintah Indonesia.
"Khawatirnya mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar politisi PDIP Perjuangan ini.
Menurut dia kelompok ISIS di Filipina memiliki korelasi yang kuat dengan kelompok militan di Indonesia, terbukti adanya tiga WNI terafiliasi ISIS yang tewas dalam bentrokan bersenjata melawan militer Filipina di Pulau Mindanao pada April 2017.