REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan suap pemulusan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Kementerian Pedesaan dan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla (JK) mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK dalam mengusut tuntas kasus suap yang melibatkan dua lembaga negara tersebut.
"Biar hukum yang berjalan, kita tunggu saja prosesnya," kata JK usai menghadiri acara buka puasa bersama Partai Nasdem di Gondangdia, Jakarta Pusat, Ahad (28/5).
Menurut orang nomor dua di Indonesia itu, kedua lembaga itu juga harus menghormati proses hukum yang sedang ditegakkan oleh KPK. Lebih lanjut, JK menegaskan di Indonesia hukum adalah panglima tertinggi. "Hukum yang berjalan, semua orang tidak bisa di atas hukum. Kita tunggu saja," kata JK.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni, Eselon I BPK atau Auditor Utama Negara III, Rochmadi Sapto Giri (RS), Auditoriat BPK, Ali Sadli (ALS), Irjen Kemendes, Sugito (SUG), serta Eselon III Kemendes, Jarot Budi Prabowo (JBP). Keempatnya telah ditahan untuk 20 hari masa penahanan pertama.
Sekadar diketahui, Irjen Kemendes Sugito, yang juga merupakan Ketua Saber Pungli di Kemendes diduga menyuap auditor pada BPK yakni, Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli. Suap tersebut diduga melalui perantara, Jarot Budi Prabowo, bawahan Sugito.
Total nilai suap yang diberikan Sugito kepada dua Auditor BPK berkisar hingga Rp 240 juta. Suap tersebut diduga untuk memuluskan laporan keuangan Kemendes 2016 dengan memberikan predikat opini WTP dari BPK.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.