REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Pertahanan dan negara bagian Amerika Serikat sedang berusaha meminimalisir kerusakan diplomatik AS dengan Qatar. Ini merupakan akibat dari cicitan Presiden Donald Trump yang mengecam Qatar dan sepakat dengan blokade terhadap negara Teluk Arab tersebut.
Qatar merupakan pusat operasi udara militer AS di Timur Tengah. Trump mengunjungi wilayah tersebut pada bulan lalu dan mengaku telah membawa persatuan ke dunia Islam dalam perang melawan ekstremisme.
Sedangkan di Riyadh, Trump bertemu dengan para pemimpin regional, termasuk Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani. Dia juga sempat mengatakan AS dan Qatar telah berteman sejak lama. Kedua pemimpin tersebut bahkan sudah membahas pembelian banyak peralatan militer untuk Qatar.
Baru dua pekan kemudian, setelah Saudi memutuskan hubungan dengan Qatar, Trump juga berubah pikiran dan mendukung tindakan negara-negara Teluk Arab yang memblokade Qatar. Hubungan AS dan Qatar telah lama dipersulit sejak kampanye Qatar tentang Islam Sunni yang konservatif dan ketat, Wahhabisme serta dukungan Qatar terhadap kelompok ekstremis di tempat lain di wilayah itu. Namun isu yang sama telah mengaburkan hubungan dengan Arab Saudi.
Sementara itu pangkalan al-Udeid di luar Doha merupakan pusat operasi udara AS untuk Suriah, Irak, Yaman dan Afghanistan. “Tidak mungkin (atau sedikitnya) Donald Trump menyadari kita menjalankan seluruh perang udara dari Qatar sebelum cicitannya itu,” kata asisten deputi Menteri Pertahanan untuk kebijakan Timur Tengah pada masa pemerintahan Obama, Andrew Exum, dikutip The Guardian, Rabu (7/6).
Gedung Putih berusaha mengurangi dampak deklarasi Trump melalui Twitter tersebut pada Selasa (6/6) waktu setempat. Departemen Pertahanan memuji Qatar karena telah menjadi tuan rumah pasukan AS.
Juru bicara Pentagon Kapten Jeff Davis mengaku tidak memenuhi syarat untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah Qatar mendukung terorisme. “Saya bukan orang yang tepat untuk menjawab hal itu. Saya mengangggap mereka sebagai tuan rumah bagi basis penting kami di al-Udeid,” kata Davis.
Selain itu juru bicara di departemen negara bagian Heather Nauert juga dibombardir dengan pertanyaan serupa. Dia hanya menekankan ucapan terima kasih Pentagon dan mengakui Doha telah membuat langkah-langkah memotong aliran dana ke kelompok teror.
“Kami menyadari Qatar terus melakukan upaya menghentikan pembiayaan kelompok teror, termasuk menuntut tersangka pemodal, pembekuan aset, mengenalkan kontrol ketat pada sistem perbankannya,” kata Nauert. “Mereka telah membuat kemajuan di arena ini, tapi kami menyadari masih banyak yang harus dilakukan.”
Demikian pula yang dilakukan juru bicara Gedung Putih Sean Spicer, yang berusaha mengurangi dampak cicitan presidennya itu. “Presiden memiliki percakapan yang sangat, sangat konstruktif, dengan emir selama kunjungannya di Riyadh. Saat itu dia sangat tersentuh oleh komitmen emir untuk secara resmi bergabung dengan pusat penargetan pendanaan teroris dan menunjukkan komitmen mereka terhadap masalah ini,” kata Spicer.