REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pihak berwenang Iran meyakini pelaku serangan di kantor parlemen dan makam dari Ayatollah Khomeini di Ibu Kota Teheran berasal dari negara itu sendiri. Namun, dipastikan penyerang telah tergabung dalam Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Serangan itu membuat 12 orang tewas. Selama ini, insiden teror cukup jarang terjadi di Iran. Korps Garda Revolusi Islam atau pasukan elit keamanan negara itu sebelumnya mengatakan bahwa ada kemungkinan Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) berada di balik kejadian itu.
"Penyerang adalah warga dari sejumlah wilayah di Iran yang telah bergabung dengan ISIS," ujar kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, dilansir BBC, Kamis (8/6).
ISIS telah mengklaim berada di balik serangan pertama yang dilakukan di negara yang dikenal memiliki mayoritas Muslim Syiah tersebut. Terdadapat lima orang yang diduga melakukan kejahatan itu, namun semuanya dilaporkan telah tewas.
Serangan teror di Iran terjadi hanya satu pekan setelah pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Arab Saudi, Raja Salman. Hal itu yang menyebabkan Korps Garda Revolusi Islam meyakini ada keterlibatan dua negara tersebut yang selama ini bersebrangan dengan Iran.
Sementara itu, Trump telah menyatakan keprihatinan atas insiden serangan di Iran. Namun, miliarder itu sekaligus mengatakan bahwa negara yang menjadi salah satu sponsor terbesar terorisme paling berpotensi menjadi korban kejahatan itu sendiri.