REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai apabila pengambilan keputusan terkait lima isu krusial dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu melalui paket pembahasan harus dijadikan sebagai upaya menghindari voting.
"Pembahasan per-isu boleh, melalui paket pembahasan boleh namun bukan paket pilihan voting ya," kata anggota Pansus Pemilu dari Fraksi PPP Achmad Baidowi di Jakarta, Selasa (13/6).
Dia menjelaskan terkait mekanisme pengambilan keputusan RUU Pemilu, PPP pada prinsipnya bisa kompromi dengan sistem apapun, apakah per-isu ataukah per klaster.
Menurut dia, khusus per klaster sepertinya masih ada perbedaan pandangan, apakah sistem paket terkait isu pilihan atau cara pembahasannnya secara bersama untuk dicarikan kompromi.
"Dari lima isu krusial sepertinya tinggal angka 'presidential threshold' yang akan alot antara usulan 0 persen, sama dengan ambang batas parlemen 10-15 persen atau 20 persen," ujar dia.
Dia menjelaskan usulan pengambilan keputusan lima isu krusial melalui sistem paket yang mengarah pada voting sebenarnya belum pernah dibicarakan dalam pansus. Belum tentu juga sistem paket seperti itu yang digunakan.
Namun, menurut dia, ada pilihan sistem paket pembahasan yang akan digunakan, yaitu lima isu dibahas bersama agar ada saling pemahaman dan pengertian sehingga bisa tercapai kompromi tanpa voting.
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy menjelaskan kemungkinan sistem paket dalam memutuskan lima isu krusial dan akan diambil keputusan pada Selasa (13/6).
Kelima isu krusial itu adalah ambang batas parlemen, ambang batas partai mengajukan calon presiden, kuota suara per-daerah pemilihan, sistem pemilu, dan metode konversi suara.
(Baca juga: Mufakat atau Voting, Pansus Pemilu Akhiri Perdebatan Besok)