Kamis 15 Jun 2017 11:52 WIB

RUU Pemilu, Arah Voting di Paripurna Menguat

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Anggota Pansus Pemilu dari Fraksi PPP Achmad Baidowi (kiri).
Foto: antara/sigid kurniawan
Anggota Pansus Pemilu dari Fraksi PPP Achmad Baidowi (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelesaian Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan (RUU Pemilu) melalui voting di rapat paripurna semakin menguat. Indikasi ini menyusul kesepakatan enam paket terkait pembahasan lima isu krusial. 

"Memang arahnya (voting) paripurna, kalau paripurna ya diupayakan harus dua," ujar Anggota Panitia Khusus RUU Pemilu Achmad Baidowi di Ruangan Pansus B, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (14/6) malam.

Baidowi mengatakan pansus melakukan pengerucutan paket, dari sembilan menjadi enam, untuk untuk menyiapkan paket yang akan dibawa ke voting di paripurna DPR. Pengambilan suara atau voting di rapat paripurna menjadi langkah akhir untuk mengambil keputusan sekaligus mengakhiri perdebatan lima isu krusial RUU Pemilu. 

"(Voting dilakukan) Kalau dari enam paket tersebut tidak ada satu paket yang dipilih dalam musyawarah mufakat oleh 10 fraksi di DPR," kata Baidowi.

Pembahasan di DPR tidak kunjung menemui kata sepakat dalam pembahasan lima isu krusial. Kelima isu krusial, yaitu ambang batas parlemen, ambang batas partai mengajukan calon presiden, kuota suara per-daerah pemilihan, sistem pemilihan suara, dan metode konversi suara. 

Awiek, sapaan akrabnya, menyebutkan indikasi arah pengambilan keputusan melalui voting paripurna lantaran peta fraksi dalam enam paket tersebut masih imbang. Sikap fraksi terkait lima isu tersebut belum berubah. 

Dia menjelaskan Fraksi PDIP dan Golkar tetap meneguhkan posisinya mendukung presidensial threshold atau ambang batas mencalonkan presiden pada 20-25 persen. Kedua fraksi ini pun mengusulkan paket A. 

Paket A berisi ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 20-25 persen, kuota suara per-daerah pemilihan 3-8, sistem pemilihan suara terbuka terbatas, dan metode konversi suara sainta lague murni. 

Partai Nasdem yang juga mendukung presidensial threshold 20-25 persen mengusulkan paket B. Dalam paket itu, tidak ada perbedaan persentase ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden. 

Namun, paket B menawarkan alokasi kursi per-daerah pemilihan 3-10, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara menggunakan kuota hare. 

Paket C diusulkan oleh tiga partai yang mengusulkan presidensial threshold nol persen, yaitu Gerindra, PAN dan PKS. Selain ambang batas presiden nol persen, paket C menawarkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen, alokasi Kursi per-daerah pemilihan 3-10, sistem pemilu terbuka, dan metode konversi suara kuota hare. 

"Kalau di paket D, itu Demokrat, E itu Hanura dan PPP, sedangkan paket F itu PKB," ujar dia. 

Paket D, yaitu ambang batas parlemen sebesar empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 10-15 persen, kuota suara per-daerah pemilihan 3-10, sistem pemilihan suara terbuka, dan metode konversi suara sainta lague murni. 

Paket E, yaitu ambang batas parlemen sebesar empat persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 10-15 persen, kuota suara per-daerah pemilihan 3-10, sistem pemilihan suara terbuka, dan metode konversi suara kuota hare. 

Paket F, yaitu ambang batas parlemen sebesar lima persen, ambang batas partai mengajukan calon presiden sebesar 10-15 persen, kuota suara per-daerah pemilihan 3-8, sistem pemilihan suara terbuka, dan metode konversi suara Sainta Lague Murni.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement