REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Ahmad Riza Patria optimistis perbedaan pendapat terkait penerapan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) segera usai. Dia meyakini sikap fraksi-fraksi di parlemen mulai mengerucut dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (RUU Pemilu)
Riza mengatakan fraksi di parlemen dan pemerintah sepakat untuk mencari titik temu. Sekarang ini, pemerintah memang masih bersikukuh pada usulannya, yaitu presidential threshold 20 persen kursi di DPR.
Begitu pula dengan Gerindra yang menginginkan penghilangan ambang batas pencalonan atau presidential threshold nol persen. "Tapi, Gerindra bisa menyesuaikan pemerintah, katanya. Yang lain juga bisa menyesuaikan," kata dia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6).
Fraksi-fraksi dan pemerintah juga mencoba mencari titik temu sejumlah isu krusial lainnya. Selain ambang batas pencalonan presiden, ada empat isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu.
Empat isu krusial lainnya, yaitu ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem pemilu, metode konversi suara, dan alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil).
Riza mengungkapkan pemerintah dan pansus masih berdebat soal besaran alokasi per dapil. Pemerintah menyepakati 3-10, meski beberapa fraksi Partai politik besar tetap mendinginkan 3-8.
Ketua Pansus Lukman Edi mengatakan dari lima isu krusial tersebut, pemerintah dan frasi telah satu soara mengenai sistem pemilu. Keduanya sepakat menerapkan sistem pemilu terbuka.
PDI Perjuangan dan Partai Golkar yang menghendaki sistem Pemilu tertutup juga telah mengalah menjadi sistem ini. "Yang kelihatannya sudah satu suara, ya, sistem pemilu terbuka sudah ada kesamaan," ujar Lukman.
Dia menambahkan empat poin sisanya belum satu suara meski sudah mengerucut.
Lima isu krusial dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) kembali menjadi batu sandungan bagi panitia khusus (pansus) dan pemerintah menuntaskan aturan tersebut pada Senin (19/6).
Pansus dan pemerintah menunda pengambilan keputusan dan memperpanjang lobi-lobi antarfraksi dan pemerintah hingga 10 Juli mendatang. "Kami akan menempuh jalur musyawarah mufakat sampai titik darah penghabisan," ujar Lukman.
Lukman mengatakan perpanjangan waktu lobi ini membuat jadwal pengambilan keputusan tingkat satu diputuskan menjadi 10 Juli mendatang. Diharapkan pada tanggal tersebut, ada kesepakatan atas lima poin isu krusial.
Dengan demikian, RUU Pemilu dapat disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI, 20 Juli mendatang. Jika tidak mencapai mufakat pada 10 Juli maka rancangan itu akan diselesaikan dengan cara pengambilan suara terbanyak di Sidang Paripurna. "Ya itu pasti, karena sudah harus selesai pada masa sidang ini," ujar Lukman.