REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Aparat Kepolisian Resor Tulungagung, Jawa Timur mengungkap jaringan pencuri, yang hampir semuanya anak putus sekolah dengan usia rata-rata di bawah 17 tahun.
Kepala Polsek Tulungagung Ajun Komisaris Puji Widodo, Senin (19/6) mengungkapkan, terbongkarnya jaringan pencurian oleh kelompok anak di bawah umur itu bermula dari kasus pencurian sepeda motor yang terjadi di wilayah Boyolangu.
"Kami mendapat laporan kasus pencurian sepeda motor dari warga dan setelah dilakukan penelusuran, penyelidikan hingga tertangkap penadah motor curian, dari situ terungkap pelakunya masih anak bawah umur dan ternyata memiliki jaringan cukup banyak dengan usia rata-rata sebaya," kata Puji.
Ia mengatakan, penadah yang tertangkap pertama masih kelas VII SMP. Dari bocah ini, polisi mendapat informasi bahwa motor hasil curian dia beli dari anak lulusan SD yang tak melanjutkan sekolah berinsial Yy (15).
Yy yang kemudian ditangkap polisi mengaku dia melakukan tindak kejahatan pencurian bersama dua rekannya yang sama-sama masih di bawah umur. "Yy ini sempat dijadikan tersangka, namun kasusnya kemudian diselesaikan melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR) atau aternatif penyelesaikan sengketa," kata Kapolsek.
Dari Yy dan kawan-kawannya inilah polisi mendapati fakta mengejutkan adanya jaringan pencurian beranggotakan 27 anak. Tak hanya, mereka diduga memiliki keinginan mencuri yang kuat.
Jaringan anak yang sebagian besar remaja putus sekolah tersebut juga kerap terlibat pesta minuman keras dan sebagian melakukan aksi seks bebas di bawah umur.
"Total ada sekitar 10 kasus pencurian yang dilaporkan ke Polsek Boyolangu, " ujarnya.
Dari 27 anak ini, Puji mengatakan mereka tersebar di sekitar 15 desa berbeda. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil saat beraksi dan kebanyakan yang dicuri adalah helm, burung dan kucing hias. Setelah berhasil menjual hasil curian, mereka berkumpul bersama-sama di warung kopi.
Sebelumnya, kelompok ini juga mempunyai basecamp untuk berkumpul seluruh anggota. Mulai dari di Desa Pucung Kidul dan di Desa Serut Kecamatan Boyolangu. Namun tempat berkumpul ini dibubarkan warga setempat karena dianggap mengganggu.
"Kalau kumpul bersama, jumlahnya puluhan bahkan ada yang perempuan juga sehingga membuat warga resah," kata Puji Widodo.
Puji berharap ada peran masyarakat yang lebih luas, agar ikut mengawal anak-anak ini. Sebab jika dibiarkan, lima tahun ke depan mereka akan menjadi pelaku kriminal yang lebih terlatih.
"Kalau hanya kami pendekatannya tidak akan komprehensif. Kami berharap masyarakat mau terlibat, termasuk para pendamping anak," imbaunya.
Seorang anggota geng berinisial Dd mengatakan, awalnya mereka tidak saling kenal. Masing-masing kelompok memang sudah punya kebiasaan mencuri.
Secara tidak sengaja mereka terhubung lewat media sosial facebook. "Tidak ada yang memegang ponsel, komunikasinya lewat warnet. Biasanya 'chatting' di warnet berbicara soal geng ini," tuturnya.
Tidak ada pemimpin dalam kelompok ini. Namun beberapa orang disegani karena dianggap berani dan lebih banyak beraksi.