Ahad 25 Jun 2017 19:18 WIB

13 Tuntutan pada Qatar Bertentangan Hukum Internasional

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agus Yulianto
Recep Tayyip Erdogan (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Recep Tayyip Erdogan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ultimatum terhadap Qatar oleh negara-negara Teluk melanggar hukum internasional. Sebab, menurutnya, 13 tuntutan yang diajukan negara-negara koalisi anti-Qatar dianggap mengintervensi kedaulatan negara tersebut.

Seperti diketahui, negara koalisi anti-Qatar telah merilis 13 tuntutan kepada Qatar untuk mengakhiri krisis Teluk serta menghapus penerapan blokade dan embargo. Tuntutan tersebut antara lain Qatar harus menutup media Aljazirah dan mengurangi atau memutus hubungan diplomatik dengan Iran.

Kendati demikian, Doha telah mengambil sikap terkait tuntutan tersebut. Mereka menyatakan enggan bernegosiasi selama negara-negara Teluk masih memberlakukan blokade dan embargo.

Erdogan mengaku setuju dengan sikap Qatar. "Kami menyetujui dan menghargai sikap Qatar terhadap 13 tuntutan ini," katanya seperti dilaporkan laman The Independent, Ahad (25/6).

Ia menilai, pendekatan dan tuntutan negara koalisi anti-Qatar bertentangan dengan hukum internasional. "Pendekatan 13 tuntutan ini bertentangan dengan hukum internasional karena Anda tidak dapat menyerang atau campur tangan dalam kedaulatan suatu negara," ucap Erdogan.

Dalam tuntutannya negara koalisi anti-Qatar juga meminta agar pasukan militer Turki agar angkat kaki dari Doha. Erdogan berpendapat tuntutan tersebut sebagai tindakan tak terhormat.

Terkait hal ini, Erdogan telah menjalin komunikasi dengan Arab Saudi. Ia mengatakan Turki telah menawarkan untuk mendirikan pangkalan militer di Arab Saudi. "Jika Arab Saudi ingin kita memiliki basis di sana, sebuah langkah menuju ini bisa diambil," ujarnya.

Menurutnya penguatan basis militer Turki di kawasan Teluk memiliki dampak positif bagi keamanan. Namun mengevaluasi kembali kesepakatan dasar dengan Qatar, lanjutnya, bukanlah agenda Turki.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement