REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meyakini anggaran KPK tidak bisa dibekukan meski salah satu anggota panitia khusus angket mengancam DPR akan membekukan anggaran KPK dan Polri.
"Tak mungkin juga dibekukan karena anggaran lembaga instansi pemerintah itu sudah dialokasikan oleh Kemenkeu. Pagu anggaran itu sudah ada plafonnya," kata Alexander Marwata, di Jakarta, Kamis malam (29/6).
Anggota Pansus Hak Angket DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengusulkan pembahasan anggaran RAPBN 2018 Kepolisian dan KPK tidak perlu dilakukan jika mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani tidak dihadirkan dalam pemeriksaan di Pansus Angket KPK.
"Tapi nanti dalam proses pembahasan, masing-masing lembaga, kementerian, diundang DPR untuk membahas, kira-kira program kerjanya apa. Mungkin yang akan diboikot itu pembahasannya. Bisa jadi DPR tidak mengundang KPK untuk membahas anggaran 2018," ujar Alexander.
Bila hal itu terjadi, maka KPK tetap akan menggunakan pagu anggaran tahun 2017 untuk anggaran 2018. "Seperti itu mekanismenya, kalau DPR tidak mau membahas anggaran KPK 2018. Tidak mungkin dibekukan, kita punya pegawai yang harus digaji, okelah gaji tetap disediakan, tidak lucu juga gaji dibayar tiap bulan tapi tidak ada kegiatan operasional, kan tidak mungkin juga. Makanya saya kira enggak mungkin. Yang mungkin mereka memboikot melakukan pembahasan dengan KPK, tapi mudah-mudahan hal itu tidak dilakukan," kata Alexander.
KPK, menurut Alexander, juga tidak dalam kapasitas menyatakan panitia hak angket itu ilegal. "Sebetulnya kami hargai hak angket itu, karena bagaimana pun itu hak yang dimiliki oleh DPR dalam rangka melakukan pengawasan. Bukan kapasitas KPK untuk menyatakan panitia angket itu sah atau tidak sah," ujarnya.
Namun ia menegaskan Miryam tetap tidak akan dihadirkan dalam rapat pansus hak angket.
"Tapi sebetulnya, pemanggilan Miryam kemarin itu kami tolak karena kami melihat materi yang ingin ditanyakan itu sudah menyangkut pada materi penyidikan, dan itu akan kami sampaikan di persidangan. Sudah selesai kok, sudah P-21, nanti setelah libur Lebaran ini minggu depan akan dilimpahkan ke persidangan. Nah kalau tidak ada eksepsi dan lain-lain mungkin bisa kita percepat proses persidangan, kita dengarkan di persidangan, masyarakat bisa mengetahui dan semua orang bisa menilai," ujarnya.
Sebanyak 7 fraksi mengirimkan anggotanya dalam Pansus Hak Angket KPK, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, Fraksi Gerindra, dan Fraksi PAN serta Fraksi NasDem.
Ketua Pansus Hak Angket adalah Agun Gunanjar yang juga disebut dalam dakwaan korupsi KTP elektronik. Dalam dakwaan, Agun Gunanjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menerima 1 juta dolar AS
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi KTP elektronik pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP El.
Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, dan satu orang lagi Novel mengaku lupa namanya.