Selasa 04 Jul 2017 16:54 WIB

PAN Nilai tak Perlu Libatkan Jokowi dalam Lobi RUU Pemilu

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Rapat Pansus RUU Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, bulan lalu.
Foto: antara/wahyu putro a
Rapat Pansus RUU Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, bulan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berencana menyurati Presiden Joko Widodo untuk melakukan rapat konsultasi terkait Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu yang belum juga selesai. Rapat konsultasi menyoal lima isu krusial yakni batas ambang pencalonan presiden (presidential threshold), batas ambang parlemen (Parliamentary Threshold), alokasi kursi per Dapil, metode konversi suara dan sistem Pemilu.

Terkait rencana tersebut, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan justru menilai tidak perlu Pansus Pemilu sampai melibatkan Presiden Jokowi dalam pembahasan RUU Pemilu. "Jangan sedikit-sedikit presiden dong, selesaikan aja, masa RUU pemilu enggak begitu bisa diselesaikan sendiri. Bagaimana bisa menyelesaikan yang lain," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa (4/7).

Sebab, pemerintah sendiri selama ini kata Zulkifli telah diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri dalam pembahasannya bersama Pansus Pemilu. "Kan sudah ada mendagri, menteri itukan sama dengan presiden, pembantu presiden kok," katanya.

Zulkifli menambahkan, lobi-lobi antara fraksi partai politik terkait isu krusial RUU Pemilu juga sudah hampir menemui titik temu, dimana masih menyisakan presidential threshold. Namun Ketua MPR tersebut meyakini, presidential threshold pun bisa mencapai musyawarah mufakat jika semua melepaskan egonya masing-masing.

Karenanya, ia berharap hal sama juga dilakukan oleh pemerintah, mengingat pemerintah diketahui sebagai pihak yang bersikeras agar presidential threshold tetap 20 persen kursi DPR dan 25 perolehan suara nasional. "Musyawarah mufakat mestinya bisa, asal jangan ego. Kalau mau bertahan-bertahan yang deadlock pasti. Namanya politik kita kan mesti take and give. Kalau musyawarah itu satu nambah satu berkurang. Kan ketemu," katanya.

Menurutnya, PAN sendiri kini fleksibel terkait besaran PT tersebut asalnya mengakomodir kepentingan bangsa dengan musyawarah mufakat. "Kalau PAN itu sederhana, untuk kepentingan bangsa asal musyawarah mufakat kita ikut fleksibel," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement