Ahad 09 Jul 2017 13:04 WIB

Komnas HAM Desak KPK Tetapkan Tersangka KTP-El

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan dan menahan tersangka korupsi KTP elektronik (KTP-el) sebagai bukti kesungguhannya mengungkap kasus ini serta untuk membungkam intervensi legislatif yang sedang dimainkan melalui panitia khusus (Pansus).

"Dengan langkah penetapan dan penahanan tersangka lebih cepat akan mendapat respon dan dukungan positif masyarakat terhadap lembaga anti rasuah itu," kata Komisioner Komnas HAM RI Natalius Pigai melalui siaran pers tertulis, Ahad (9/7).

Menurut dia situasi hubungan KPK dan DPR saat ini dengan dibentuknya Pansus Angket KPK telah bertambah runcing menuju sebuah pelemahan disaat para wakil rakyat membuat aksi berdialog dengan para koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Suka Miskin Bandung beberapa waktu lalu. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan.

Tindakan DPR tersebut juga lebih membahayakan karena ada kecenderungan pelemahan terhadap komisi anti rasuah. "Kita harus mengecam lembaga legislatif karena sudah bertindak melakukan penghinaan terhadap peradilan (contempt of court)," katanya.

Di negeri ini jutaan rakyat hidup dibawah garis kemiskinan, banyak orang yang menjerit, mengemis dan menganggur karena uang rakyat dirampok oleh sekelompok oligarki yang korup, suap dan memperdagangkan jabatan (trading in influences), katanya.

Karenanya dibutuh sebuah komitmem kuat KPK untuk terus bekerja menuntaskan seluruh kasus yang ada termasuk KTP Elektronik yabg diduga melibatkan banyak anggota wakil rakyat di Senayan itu. "Kami meminta KPK tidak harus meladeni perdebatan yang tidak perlu dengan Anggota Pansus DPR karena itu lebih baik bekerja cepat untuk menuntaskan kasus KTP-el," kata Natalius.

KPK sebagai lembaga judisial, lanjut dia, mestinya tidak defensif dengan meladeni melalui pernyataan-pernyataan, tetapi harus dijawab sebaliknya dengan keputusan-keputusan atas hasil penyelidikan dan penyidikan, sama seperti lembaga kehakiman (silence corps).  Tanpa bermaksud intervensi, Komnas HAM yakin jika KPK secepatnya menetapkan tersangka dan menahan para saksi kasus korupsi KTP elektronik maka rakyat pasti akan mendukung KPK.

Kepercayaan publik pada KPK akan tinggi dan eksistensi KPK tidak akan tergoyahkan dan lembaga legislatif tidak akan mendapat dukungan publik. "Komnas HAM akan tetap terus mendukung keberadaan KPK di negeri ini dalam upaya memberantas korupsi demi kepentingan tegaknya keadilan hukum di negeri ini," tulis Natalius Pigai putra Papua itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement