REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI, Miryam S Haryani, terdakwa kasus pemberian keterangan yang tidak benar korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto akan mengajukan eksepsi pada pekan depan. Eksepsi terkait dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (13/7).
Kuasa hukum Miryam, Aga Khan mengatakan dakwaan yang dibuat Jaksa KPK sangat tidak cermat terkait waktu tindak pidana yang dilakukan Miryam. "Dakwan ini tidak cermat, kapan tindak pidana yang dilakukan. Dakwaan itu kan dua kali persidangan, jadi saksi, kemudian harusnya tiga orang itu saja penyidik. Nanti akan kita buka di pengadilan saja," jelasnya di Gedung Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).
Kedua, sambung Aga, eksepsi yang juga akan diajukan terkait adanya dakwaan yang menerangkan Miryam mendapatkan intervensi dan tekanan yang oleh anggota DPR serta status DPO yang pernah KPK tujukan untuk Miryam. "Kita mau jelaskan fakta yang terjadi saat penyitaan, penggeledahan dan pada saat penetapan DPO, nanti anda bisa lihat. Kita ingin biar tahu dulu, di sidang kita buka," ujarnya.
Miryam didakwa Pasal 22 junto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.