REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan, turut berbelasungkawa atas wafatnya mantan Ketua PP Muhammadiyah, Muhammad Muqoddas. Almarhum, kata dia, adalah sosok ulama sederhana, dengan akhlak mewah. Muhammad Muqoddas mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Yogyakarta sekitar jam 19.10 WIB, Sabtu (22/7) malam WIB.
"Bagi warga Muhammadiyah, almarhum Pak Muhammad Muqoddas adalah ulama yang hanif. Beliau adalah ulama yang tegas dan terang dalam bersikap, integritas dan akhlaknya melangit, ulama yang hidup sederhana adalah pilihan, tidak tergoda dengan godaan material, dedikasi dirinya hanya untuk dakwah Islam melalui Muhammadiyah," kata Dahnil saat dihubungi melalui pesan singkat, Ahad (23/7).
Dahnil mengaku, memiliki tiga peristiwa yang paling ingat untuk menggambarkan sikap beliau tersebut. Pertama. ketika tahun 2014 yang lalu pertama kali saya terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, dia diminta untuk hadir dalam rapat Rutin Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. Saat itu, Dahnil juga diminta untuk menyampaikan pandangan tentang Muhammadiyah dan apa yang akan dikerjakan Pemuda Muhammadiyah empat tahun ke depan.
Kemudian diakhir, almarhum dengan tegas tapi penuh dengan kasih khas seorang ayah menyampaikan: "Ananda harus ingat, mengurusi Pemuda Muhammadiyah itu amanah, jalan menuju Surga atau bila abai, bisa juga menjadi jalan menuju neraka. makanya urusi Pemuda Muhammadiyah saja ndak usah yang lain, masalah Ananda akan menjadi apa dan dapat apa, itu urusan Allah SWT, ingat itu, sambil beliau menunjuk saya," tutur Dahnil.
Kedua, Dahnil mengaku mendapatkan laporan, dari kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah di Sumatra Utara, pada saat itu almarhum dalam kondisi yang tidak terlalu sehat berangkat ke salah satu kota di Sumatra Utara untuk ceramah. Dalam acara Tabligh Akbar itu hadir juga bupati. Selesai ceramah, lanjut Dahnil, bupati setempat memberikan amplop tebal kepada almarhum, tapi ditolaknya.
"Pak Bupati ini apa?, Untuk sekedar transport, Kiai, kata Pak Bupati. Terima kasih banyak Pak Bupati, saya sudah diongkosi dan diberi sangu oleh Muhammadiyah, InsyaaAllah cukup". Amplopnya dikembalikan oleh Pak kiai," kata Dahnil menirukan perkataan almarhum.
Selanjutnya cerita ketiga, Dahnil mengaku, mendapatkan cerita dari pengurus Muhammadiyah Ranting Nitikan, Yogyakarta, Marwan. Pada medio 2005 silam, berdasarkan keputusan sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, bahwa adik almarhum Muhammad Busyro Muqoddas terpilih sebagai anggota Komisi Yudisial (KY). Kemudian ketika membuat syukuran, dan almarhum bertindak selaku penceramah. Almarhum menyampaikan ceramahnya dengan tegas, lugas, dan mengerikan .
"Busyro kamu akan berangkat ke Jakarta untuk memikul beban yang ditugaskan negara. Busyro kamu jangan korupsi, sekali lagi jangan korupsi, jangan memalukan keluarga, jangan memalukan Muhammadiyah. Lebih mengerikan lagi Podium diketuk dengan keras," terangnya.
Dikatakan Dahnil, cerita-cerita seperti ini banyak disampaikan aktivis-aktivis Muhammadiyah, bahwa almarhum terkenal tegas dan tinggi integritasnya. Sebagai cucu Pendiri Perguruan Silat Tapak Suci Putra Muhammadiyah, almarhum adalah Kiai besar Muhammadiyah yang memang mengalir darah ulama yang punya prinsip tinggi dalam bersikap terutama terkait dengan amar makruf nahi mungkar.
"Di Muhammadiyah biasanya beliau menjadi seperti "polisi integritas" coba-coba melenceng dari akhlak Islam, Akhlak dakwah Muhammadiyah, maka bersiap akan mendapat teguran keras dari beliau," ujarnya.