REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Ketegangan antarnegara meningkat menyusul upaya Korea Utara (Korut) untuk mengembangkan senjata nuklir. Ketegangan terjadi usai Korut berhasil melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM).
Sejumlah ahli mengatakan, uji coba tersebut menunjukkan Korut kini memiliki rudal yang mampu meluluhlantakkan kota-kota besar di AS. Menanggapi hal itu, AS dan Korea Selatan tak mau kalah dan melakukan latihan rudal live-fire.
Pemimpin Korut Kim Jong-un, yang mengatakan uji coba nuklir Korut merupakan "peringatan keras" kepada AS. Menurut Kim, negaranya sekarang dapat menyerang AS sewaktu-waktu.
Menanggapi hal tersebut, Donald Trump mengulangi kembali janjinya saat kampanye, AS akan mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk memerangi ancaman dari Korea Utara. "Dengan mengancam dunia, senjata dan tes ini selanjutnya mengisolasi Korea Utara, melemahkan ekonominya, dan mencabut rakyatnya," kata Trump mengancam dikutip dari The Independent, Sabtu (29/7).
"Amerika Serikat akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjamin keamanan tanah air Amerika dan melindungi sekutu kami di wilayah ini," ujarnya lagi.
Awal pekan ini, Jenderal Marinir Joseph Dunford, ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan, bahwa dia secara aktif mempersiapkan pilihan untuk tindakan militer. Rex Tillerson, Sekretaris Negara AS, justru menuding China dan Rusia juga patut dipersalahkan atas kegiatan Korut.
"Sebagai pelaksana ekonomi utama program nuklir Korea Utara dan program pengembangan rudal balistik, China dan Rusia memiliki tanggung jawab unik dan khusus atas ancaman terhadap stabilitas regional dan global," katanya.
Mengikuti tes rudal terbaru, Song Young-moo, Menteri Pertahanan Korea Selatan, mengatakan negaranya akan mempercepat pengerahan unit rudal anti-rudal THAAD yang diberikan kepadanya oleh AS.
"Peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara ini merupakan provokasi serius yang tidak hanya secara jelas melanggar banyak resolusi Dewan Keamanan PBB namun juga mengancam keamanan semenanjung Korea dan perdamaian dunia," kata Song.
"Pemerintah gabungan Korea Selatan dan Amerika Serikat akan dengan tegas menghukum Korea Utara karena provokasi rudalnya," ujarnya menambahkan.
Setelah memimpin sebuah pertemuan Dewan Keamanan Nasional negaranya, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberlakukan tindakan yang lebih kuat terhadap Korut. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pun mengutuk peluncuran rudal balistik Korea Utara inj.
Menurut pemerintah Korsel, tes rudal terbaru ini berlangsung sesaat sebelum tengah malam pada Jumat malam. Dilepas dari provinsi Jangang di utara Korea Utara, pesawat ini terbang sejauh lebih dari 620 mil dan mencapai ketinggian 2.300 mil sebelum mendarat di laut di wilayah ekonomi eksklusif Jepang.
Pentagon menegaskan, bahwa rudal tersebut adalah sebuah ICBM (Intercontinental Ballistic Missile). Pejabat AS percaya Korea Utara akan mampu menyalakan ICBM yang memiliki kekuatan nuklir tahun depan.
Berbeda dengan laporan lainnya, seorang pejabat Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa, data Moskow menyatakan, peluncuran tersebut hanya merupakan rudal balistik jarak menengah.
Sementara beberapa ahli mengatakan, rudal yang digunakan dalam tes terbaru ini telah mampu menghancurkan kota-kota di pantai barat AS, seperti Los Angeles. Bahkan, pendapat lainnya mengatakan rudal balistik itu dapat mencapai Denver atau Chicago.
Namun, AS memiliki sistem pertahanan yang kompleks terhadap rudal ICBM, termasuk unit antirudal yang berbasis di Kalifornia dan Alaska. Pada bulan Mei sistem tersebut, berhasil menembak jatuh sebuah ICBM yang masuk saat tes.