REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan beras merek Maknyuss dan Ayam Jago produksi PT Indo Beras Unggul (PT IBU) telah mencurangi konsumen dengan mencantumkan label palsu.
"Pelanggarannya yakni dari sistem pelabelan," kata Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (2/8).
Menurut dia, produk beras PT IBU tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). "Sistem pelabelan, mutunya tidak sesuai SNI," katanya. Martinus menjelaskan sebenarnya produk beras tidak perlu pencantuman SNI. Tetapi bila mencantumkan paten SNI, harus mengikuti aturan SNI yang berlaku.
"Jadi misal menggunakan SNI 2008, harus mengikuti prosedur SNI 2008," katanya.
Lebih rinci ia menjelaskan PT IBU berani menggunakan paten SNI 2008 tetapi tidak mencantumkan mutu beras sebagaimana peraturan dalam SNI 2008. Dalam SNI 2008, tidak dikenal istilah beras medium atau premium melainkan menggunakan istilah mutu beras satu hingga mutu beras lima.
"PT IBU mencantumkan kategori beras medium premium. Padahal dalam SNI 2008 tidak dikenal istilah medium dan premium melainkan menggunakan mutu 1, mutu 2, hingga mutu 5," katanya.
Menurut dia, pencantuman kategori medium dan premium itu baru ada dalam peraturan SNI 2015. "Setelah dicek di laboratorium, ternyata kualitas beras jauh di bawah kualitas beras medium," katanya.
Pelanggaran lainnya, PT IBU menggunakan infomasi nilai gizi beras dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG). Padahal pencantuman AKG itu seharusnya untuk produk olahan, bukan produk mentah seperti beras. Dalam kemasan beras, Martinus mengatakan, seharusnya tercantum komposisi saja.
Dalam kasus beras Ayam Jago dan beras Maknyuss, Bareskrim telah menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (PT IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Atas perbuatannya, tersangka TW akan dijerat dengan pelanggaran Pasal 144 jo Pasal 100 (2) UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Pasal 62 juncto Pasal 8 (1) huruf e, f, i dan atau Pasal 9 (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Pasal 382 bis KUHP, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.