Jumat 04 Aug 2017 20:08 WIB

'Emas Maluku' Awalnya untuk Desa Konflik, Kini Menuai Hasil

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Budi Raharjo
Dirut BRI Asmawi Syam dan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen (TNI) Doni Monardo saat meninjau lokasi pelatihan budi daya ikan laut di Ambon, Maluku.
Foto: Humas BRI
Dirut BRI Asmawi Syam dan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen (TNI) Doni Monardo saat meninjau lokasi pelatihan budi daya ikan laut di Ambon, Maluku.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Program unggulan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo, yakni 'Emas Maluku' awalnya dibentuk untuk mendamaikan desa-desa konflik. Namun, saat ini, program yang terdiri dari 'emas biru' dan 'emas hijau' itu, justru menanjak tajam dan memperlihatkan keberhasilannya.

Kapendam XVI/Pattimura, Letkol Arm Sarkistan Sihaloho, menjelaskan aplikasi 'emas biru' yang merupakan sektor perikanan, sekarang adalah dengan keramba tancap dan keramba jaring apung. "Dan ini sudah berjalan pembibitan dan beberapa kali panen," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/8) sore.

Tidak hanya dalam 'emas biru' (sektor perikanan), ada juga 'emas hijau' (sektor pertanian) melalui pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach) yang seimbang, untuk mendapatkan smart power. Melalui emas biru dan emas hijau untuk perdamaian, kerukunan dan kesejahteraan atau lebih dikenal dengan istilah 'emas putih'.

"Kekayaan alam Maluku ini cukup banyak ya, sehingga kita ingin agar masyarakat bisa menggali lagi kekayaan-kekayaan itu. Karena saya melihat saat ini, misalnya di sektor perikanan, para nelayan bisa panen itu hanya enam bulan saja dalam setahun, tentunya ini menurunkan pendapatan mereka," papar Sihaloho.

Untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, melalui 'emas biru', dibuat adanya ikan tangkap dan budi daya. Artinya, nelayan diajarkan bagaimana membudidayakan ikan. Hasil dari tangkapan mereka pun juga pada akhirnya akan dijadikan budi daya bagi mereka.

Dengan budi daya, tentunya penghasilan nelayan akan bertambah dan mereka bisa panen kapanpun. Kemudian pada sektor pertanian, melalui 'emas hijau', baru saja disebarkan 1.000 bibit pohon kepada seluruh warga Maluku untuk ditanam di halaman rumah masing-masing.

"Karena Maluku terkenal dengan rempah-rempahnya, tentunya bibit yang kami berikan adalah bibit rempah, ya seperi cengkeh, pala, dan lain sebagainya. Tetapi ada juga kami berikan bibit pohon gaharu dan pohon masoia. Dua pohon itu sudah jarang sekali ditemukan, apalagi masoia itu hanya bisa kita temukan di Papua," ujar dia.

Melalui 'emas hijau', ia ingin agar masyarakat Maluku bisa ikut ambil bagian dalam membangkitkan kejayaan rempah-rempah Maluku. Sihaloho berharap, masyarakat bisa mempunyai kesibukan dan lupa akan konflik antarmereka yang sudah terjadi sejak sebelum 1998.

"Di Maluku ini kan masih banyak desa-desa konflik ya, bukan karena 1998, tapi karena jauh sebelum itu mereka juga berkonflik. Jadi melalui program 'emas biru' dan 'emas hijau', diharapkan mampu menjadi 'emas putih' yang menciptakan kerukunan. Dengan cara ini mereka bisa melupakan konflik dan justru ikut membangun desa mereka," jelas Sihaloho.

Emas Biru merujuk pada kekayaan laut, emas hijau menyangkut kekayaan daratan dan tumbuhan, sedangkan emas putih dimaksudkan sebagai perdamaian. Emas Hijau adalah program penanaman dan penghijauan dengan tanaman-tanaman produktif.

Emas Biru dimaksudkan sebagai istilah budi daya perikanan di Maluku dan Maluku Utara, termasuk Ambon, karena kekayaan dan sumber daya laut yang kaya di wilayah Maluku kurang dimanfaatkan dari sisi budi daya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement