REPUBLIKA.CO.ID, SIAK -- Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Siak mengatakan, virus jembrana atau parasit darah masih mengancam sapi Bali disana, karena obat untuk menyembuhkan secara total belum ada.
"Obat untuk penyembuhan secara total pada sapi Bali yang positif terinfeksi virus jembrana belum ada, hingga saat ini kita hanya bisa melakukan vaksinasi pada sapi untuk menghalangi penyebaran pada sapi-sapi yang lainnya," ujar Kepala Bidang Pengawasan dan Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Siak, Giatno saat di konfirmasi, Rabu (9/8).
Dia menyebutkan, dari Oktober 2016 hingga Juli 2017 ini, sedikitnya sudah 190 ekor sapi Bali yang mati akibat virus jembrana, angka itu mengalami kenaikan dari semulanya hanya sebanyak 135 ekor pada bulan Januari.
"Angka itu cuma yang terlaporkan saja, kami memprediksi masih banyak masyarakat yang tidak melaporkan kematian sapinya akibat jembrana," katanya.
Menurutnya, akhir-akhir ini persentase kematian sapi bali akibat virus jembrana mulai berkurang, dalam artian Januari - Juli hanya 55 ekor saja, dibandingkan periode Oktober 2016 hingga Januari 2017 yang membunuh ratusan ternak.
"Semuanya tergantung pada cuaca. Jika musim hujan, penyebaran virus semakin cepat dalam tubuh sapi tersebut. Sebab staminanya akan menurun, maka ketahanan tubuhnya secara otomatis juga menurun," terang dia.
Dia menambahkan, pihaknya terus mengupayakan memutus mata rantai virus jembrana yang telah menyebabkan sapi Bali di wilayah setempat mati mendadak.
"Selain pemberian vaksinasi, Dinas Peternakan dan perikanan juga terus lakukan pembersihan dan sterilisasi kandang, serta penyuluhan kepada masyarakat atau peternak," katanya kepada Antara.
Sejauh ini penyebaran atau penularan penyakit jembrana dari sapi ke sapi lainnya dibawa oleh serangga penghisap darah seperti lalat (lalat tapis) caplak dan nyamuk.
Masih kata Giatno, secara psikologis seorang peternak akan langsung menjual secara murah sapi-sapinya jika sudah ada kedapatan ada yang mati akibat virus jembrana. "Kita misalkan begini, jika dari 20 ekor sapinya, satu terdeteksi positif terinfeksi virus jembrana, 19 ekornya lagi mereka jual murah. Jadi cuman satu yang termonitor, yang lainnya apakah mati karena dipotong atau karena virus, tidak ada yang tahu," sebutnya lagi.
Saat ditanyakan mengapa sebuah virus jembrana begitu sulit diputus mata rantainya? Dia katakan, semakin lancarnya sebuah infrastruktur (jalan), penyebaran virus Jembrana semakin tidak terkendalikan. Sebab pedagang tidak mengalami kesulitan secara akses dalam membawanya ke daerah lain. Ditambah lagi wilayah tersebut tidak memiliki check poin hewan atau pos karantina.