Kamis 10 Aug 2017 13:58 WIB

OJK: Kredit Macet BPR di NTB Meningkat

Kredit macet (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kredit macet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Otoritas Jasa Keuangan Nusa Tenggara Barat mencatat nilai kredit macet Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat dari Rp 112 miliar pada akhir 2016 menjadi Rp 145 miliar pada posisi Juni 2017.

"Rasio non performing loan (NPL) BPR di NTB sudah mencapai 11,71 persen pada semester I/2017, meningkat dibanding posisi akhir 2016 sebesar 9,75 persen," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB Yusri di Mataram, Kamis (10/8).

Menurut dia, makin bertambahnya nilai kredit bermasalah BPR di NTB, salah satunya disebabkan kurangnya prinsip kehati-hatian dalam menyetujui permohonan pinjaman. Yusri menambahkan kondisi perekonomian secara nasional yang belum bergairah juga menjadi penyebab timbulnya kredit macet yang disalurkan BPR di NTB.

"Kondisi kredit macet yang meningkat tidak hanya dialami BPR, tapi bank umum juga kredit macetnya meningkat dari 1,96 persen menjadi 2,16 persen," ujarnya.

Namun dari sisi penyaluran kredit, kata Yusri, BPR di NTB mampu memperbaiki kinerjanya selama periode Januari-Juni 2017 dengan capaian Rp 1,24 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 7,62 persen dibanding posisi akhir Desember 2016 senilai Rp 1,15 triliun.

"Harusnya meningkatnya realisasi penyaluran kredit oleh BPR juga diikuti dengan membaiknya kualitas kredit yang disalurkan," ucapnya pula.

Dari 32 BPR yang ada di NTB, menurut dia, ada tiga bank yang perlu mendapatkan perhatian serius karena nilai kredit macetnya relatif besar, yakni di atas ketentuan otoritas sebesar 5 persen.

"Ada tiga BPR yang masuk kategori kritis dari sisi NPL," kata Yusri yang enggan menyebut nama bank dengan alasan melanggar aturan OJK.

Kondisi kredit macet perbankan, kata dia, tidak hanya menjadi perhatian OJK NTB, tapi juga di tingkat pusat.

OJK NTB sendiri terus berkoordinasi dengan seluruh perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan memberikan pendampingan terhadap debiturnya, terutama sektor produktif agar usahanya bisa berjalan lancar.

Pihaknya juga meminta Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) NTB, untuk memberi perhatian terhadap masalah kredit macet tersebut dan melakukan berbagai inovasi agar angka NPL bisa diturunkan hingga di bawah 5 persen.

"Kami juga mendorong agar BPR efisiensi. Kalau memang harus memangkas karyawan kenapa tidak, sepanjang inovasi tersebut bisa menjadikan kinerja BPR lebih baik," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement