REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, menilai ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melakukan campur tangan militer di Venezuela adalah 'kegilaan'. Pernyataan tersebut ia sampaikan kepada televisi pemerintah pada Jumat (11/8).
Kementerian luar negeri Venezuela diperkirakan mengeluarkan tanggapan resmi terhadap ancaman Trump itu dengan pernyataan pada Jumat (11/8) seperti dilansir Reuters. Menteri penerangan negara itu, Ernesto Villegas, juga dalam wawancara di televisi negara, menyebut ancaman Amerika Serikat tersebut belum pernah terjadi terhadap kedaulatan negara.
Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai tanggapan atas keputusan Karakas menggelar pemungutan suara untuk membentuk lembaga legislatif baru, yang memiliki kekuatan besar.
Penjatuhan sanksi itu adalah kebijakan paling keras pemerintahan Presiden Donald Trump yang sempat menyebut pemungutan suara di Venezuela sebagai pemilu yang "memalukan."
Sanksi kepada Maduro itu tidak meliputi hal-hal terkait minyak, meski pemerintah Amerika Serikat masih mempertimbangkannya, kata sejumlah sumber di Kongress dan seorang sumber lain di Gedung Putih.
Dalam sanksi tersebut, semua aset Maduro yang berada di bawah yuridiksi Washington telah dibekukan. Selain itu, warga Amerika Serikat juga dilarang untuk melakukan hubungan bisnis dengannya, kata Kantor Aset Luar Negeri, Kementerian Keuangan Amerika Serikat.
Semua orang yang terlibat di dalam lembaga legislatif baru di Venezuela juga berpotensi akan menjadi subjek sanksi lebih lanjut dari Amerika Serikat, karena dianggap merusak demokrasi di negara tersebut.
Pemerintahan Trump pekan ini juga menjatuhkan sanksi terhadap delapan lagi pejabat Venezuela, termasuk saudara laki-laki mantan pemimpin sosialis Hugo Chavez.
Menurut beberapa pejabat Amerika Serikat, sanksi dikeluarkan sebagai hukuman atas peranan para pejabat itu dalam pembentukan badan legislatif baru oleh pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
AS menerapkan sanksi terhadap politisi perorangan dan tokoh-tokoh bidang keamanan namun tidak mengeluarkan sanksi keuangan lebih luas atau "sektoral" terhadap industri minyak penting negara itu.
Sanksi tersebut berpeluang diikuti sanksi lain, yang menyasar pejabat tinggi pemerintahan Venezuela dan juga sektor minyak negara tersebut. Kebijakan lanjutan itu akan bergantung pada bagaimana pemerintah Venezuela menjalankan kongres baru, kata sumber Gedung Putih, yang mengetahui pengambilan kebijakan.
Namun, Idriss Jazairy, pelapor khusus hak asasi manusia PBB, menilai penjatuhan sanksi terhadap Venezuela bukan lah jawaban bagi penyelesaian krisis di negara itu, yang sudah menderita karena kekurangan persediaan makanan dan obat-obatan.
"Sanksi hanya akan memperburuk keadaan rakyat Venezuela, yang sudah menderita karena inflasi yang melumpuhkan serta kekurangan akses terhadap makanan dan obat-obatan," katanya.
Jazairy mendesak pembicaraan dilakukan antarnegara guna mencari penyelesaian terhadap "tantangan sangat nyata, yang sedang dihadapi".