REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) mengimbau warganet untuk tidak menyebarluaskan video kekerasan di sekolah yang viral beberapa waktu ke belakang ini. Mereka juga berkoordinasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk memblokir video tersebut agar tak bisa diakses lagi.
"Dalam dua hari terakhir ini, KPAI menerima laporan dan kiriman video kekerasan di sekolah berasrama melalui aplikasi WhatsApp dari masyarakat," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan pers yang diterima Republika, Ahad (13/8).
Retno menjelaskan, dalam video berdurasi 6 menit 53 detik itu, diperlihatkan seorang anak laki-laki yang diduga siswa di jenjang Sekolah Dasar (SD) mengalami kekerasan fisik. Ia dianiaya oleh beberapa orang yang diduga teman-temannya. Karena suasana di video tersebut berada di dalam kamar, Retno melanjutkan, maka KPAI menduga itu adalah sekolah berasrama atau boarding school.
Melihat video itu, KPAI menyikapinya dengan cara mengimbau kepada siapapun warganet yang mendapatkan kiriman video kekerasan tersebut untuk menghapusnya. Warganet yang menerima video itu melalui aplikasi Facebook, Twitter, Line, maupun WhatsApp juga diimbau untuk tidak menyebarluaskan video tersebut ke pihak lain dengan aplikasi apapun.
"Penyebarluasan video kekerasan tersebut harus segera dihentikan karena akan berdampak buruk bagi korban, pelaku, maupun anak-anak yang menyaksikan tayangan video tersebut," ungkap Retno.
Retno juga mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membantu melacak keberadaan lokasi yang ada di video tersebut. Sehingga, KPAI bisa segera melakukan advokasi pada korban jika loasinya berada di wilayah hukum Indonesia.
"Kami juga sudah berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk memblokir video kekerasan tersebut. Sehingga, (video kekerasan itu) tidak bisa diakses lagi," kata dia.