REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (KTP-el) Andi Agustinus atau Andi Narogong dipastikan tidak akan mengajukan eksepsi dalam persidangannya. Hal tersebut diungkapkan oleh kuasa hukum Andi Narogong saat ditanyakan Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar setelah Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai membacakan dakwaannya.
"Kami memutuskan tak akan ajukan eksepsi. Langsung ke pemeriksaan saksi-saksi di persidangan," ujar salah satu kuasa hukum Andi Narogong, Syamsul Huda di ruang persidangan, Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/8). "Bagaimana terdakwa apakah anda bersedia,\" tanya John kepada Andi Narogong. Andi pun menjawab bersedia.
Ketua Majelis Hakim pun menanyakan kembali kepada tim Jaksa Penuntut terkait penghadiran saksi yang akan dihadirkan. "Total jumlah saksi Agustinus sejumlah 150 saksi dan delapan ahli. Namun kami seperti persidangan Irman dan Sugiharto akan menyeleksi kembali," ucap Jaksa Penuntut Irene Putri.
Majelis Hakim pun memutuskan akan kembali melanjutkan sidang pada Senin (21/8) pekan depan. "Pada persidangan tersebut akan menghadapkan terdakwa dan saksi terkait," ujar John.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyakini terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP-el Andi Agustinus atau Andi Narogong merupakan orang kepercayaan dari Ketua DPR RI Setya Novanto. Hal tersebut tertera dalam surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan di ruang Atmadja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/8).
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan Andi melakukan pertemuan antara Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, pejabat pembuat komitmen proyek KTP-el Sugiharto dan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini, dengan Setya Novanto di Hotel Grand Melia, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Andi memperkenalkan para pejabat Kemendagri kepada Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dalam pertemuan tersebut Novanto menyatakan kesediaannya mendukung terlaksananya proyek KTP-el. Pada saat itu, Novanto merupakan salah satu anggota DPR yang memiliki pengaruh besar bahkan merupakan kunci anggaran di DPR. "Terdakwa mengajak bertemu karena Setya Novanto merupakan kunci anggaran di DPR," ucap Jaksa.
Usai pertemuan di Hotel Grand Melia, Andi kembali mengajak Irman bertemu Novanto di lantai 12 Gedung DPR RI. Dalam pertemuan itu, Andi kembali menanyakan terkait anggaran terhadap proyek tersebut dan dijawab Novanto sedang dikoordinasikan. Setelah pertemuan tersebut, Novanto pun berpesan kepada Irman agar menanyakan perkembangannya persetujuan anggaran melalui Andi.
Dalam kasus ini, Andi didakwa bersama-sama dengan Novanto telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dalam mega proyek KTP-el. Dalam kasus ini, Andi diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek KTP-el tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, Andi juga berperan dalam 0mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan KTP-el.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus mega proyek tersebut. Mereka di antaranya mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, Direktur Data dan Informasi Kemendagri, Sugiharto. Irman dan Sugiharto yang divonis tujuh tahun dan lima tahun penjara.
Kemudian pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Ketua DPR Setya Novanto, dan yang terbaru anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari. KPK pun kini tengah membidik pihak lain penerima uang panas KTP-el, yang tertuang dalam surat dakwaan serta tuntutan Irman dan Sugiharto.