Senin 21 Aug 2017 20:48 WIB

Malaysia tak Belajar dari Pengalaman

Rep: Anggoro/ Red: Ilham Tirta
Bendera merah putih tampak dicetak terbalik di buku panduan SEA Games ke-29 di Malaysia.
Foto: AP/Yau
Bendera merah putih tampak dicetak terbalik di buku panduan SEA Games ke-29 di Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia nampaknya belum bisa belajar dari pengalaman sebanyak enam kali menjadi tuan rumah SEA Games. Masih saja terjadi kekacauan nonteknis dalam menggelar hajatan dua tahunan tersebut.

Tentu banyak pihak sebelumnya berharap bahwa tuan rumah Malaysia dapat menggelar event SEA Games ke-29 dengan menyenangkan dan nyaman bagi para kontingen, ofisial, serta suporter dari negara peserta. Sayangnya, harapan itu tak terwujud pada acara multi cabang kali ini.

Meski pun baru diresmikan dua hari (terhitung dari tanggal 19 Agustus), pada kenyataanya terdapat sejumlah permasalahan mewarnai kompetisi yang sudah lahir sejak 1959 silam, salah satunya insiden bendera Indonesia yang dicetak terbalik. Pada perjalanan menuju Kuala Lumpur City Center (KLCC) pagi tadi, Republika.co.id menyempatkan mengunjungi warung klontong berbilik biru tua untuk sekedar melihat jajakan koran yang digelar di depan toko.

Berharap mencari informasi lebih tentang insiden bendera terbalik Indonesia, Republika.co.id justru kedapatan melihat hal yang biasa saja. Tak banyak surat kabar negeri datuk memberitakan masalah insiden bendera dan juga pelayanan transportasi yang buruk bagi para kontingen.

Media Malaysia hanya menempatkan berita permintaan maaf pemerintah Malaysia atas insiden itu di halaman dalam. Surat kabar tersebut antara lain Malaysia, Harian Metro, Berita Harian, dan dua koran berbahasa Inggris, yakni The Stars dan New Straits Times.

Dari banyaknya surat kabar itu, terlihat hanya Berita Harian yang membuatkan satu sub judul kecil berita insiden bendera Indonesia di halaman satu mereka. Di sisi lain, tak nampak kemeriahan umbul-umbul 'Si Rimau' di sepanjang jalan Kuala Lumpur hingga Bukit Jalil. Publik juga tidak terlihat antusias untuk mengunjungi arena-arena SEA Games.

Kesemerawutan juga dirasakan pada saat berbincang dengan masyarakat Malaysia. Kerap kali Republika.co.id dibuat harus memutar otak untuk mengerti maksud mereka, penggunaan bahasa timpang tindih (Inggris-Melayu dan terkadang ditambah aksen Cina).  Hal itu mengharuskan Republika.co.id lebih sensitif untuk memilih lawan bicara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement