REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teluk Jakarta yang berlokasi di utara Kota Jakarta secara rutin menerima buangan limbah cair organik dari setidaknya sepuluh juta penduduk yang berada di sekitarnya.
Dua Peneliti Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ario Damar dan Dr Yonvitner melakukan sebuah penelitian terkait pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta melalui analisis pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Penelitian ini bertujuan mengetahui volume beban masukan bahan organik dalam bentuk nutrien inorganik terlarut (nitrogen, pospat dan silikat) yang masuk melalui sungai ke dalam Teluk Jakarta.
Peneliti ini menemukan bahwa pada Sungai Sunter, Muara Karang dan Kali Baru Barat terdapat konsentrasi amonia dengan kadar tinggi. Sementara itu, kandungan nitrat cukup tinggi di Kali Pesanggrahan dan Ciliwung.
Fosfat juga memiliki nilai tinggi di Muara Karang, Sunter, Cakung dan Kali Baru Barat. Sedangkan kandungan silikat relatif seragam di seluruh sungai jika dibandingkan dengan nitrogen dan fosfat.
“Sungai-sungai yang lewat kota Jakarta yang berpenduduk padat mengandung nilai nitrogen dan posfat tinggi. Sementara sungai yang lewat pinggiran kota seperti lewat Bekasi kemudian masuk Citarum itu mengandung nitrogen yang tinggi, sementara posfatnya tidak karena sumbernya berbeda. Kalau lewat Citarum itu masih banyak lahan pertanian sehingga buangan nitrogen lebih banyak dari pada posfat. Posfat berasal lebih banyak dari penduduk domestik,” kata Ario Damar dalam rilis IPB yang diterima Republika.co.id, Senin (28/8).
Ia menambahkan, kandungan amoniak tinggi ditemukan di Sunter, Muarakarang, Kali Baru Barat kemudian Pesanggrahan dan Ciliwung. “Kandungan posfat tinggi juga ditemukan di Muara karang, Sunter, Cakung kali Baru Barat dan oksigen terlarutnya rata-rata rendah di bawah 3 miligram per liter. Artinya memang terlalu banyak limbah domestik yang masuk ke sungai,” tuturnya.
Dari pengamatannya, peneliti ini menemukan kandungan oksigen terlarut di seluruh sungai yang diamati memiliki nilai yang rendah, yaitu 30 persen di antara 3 - 6 miligram per liter dan 70 persen di bawah 3 miligram per liter. Beban N adalah 21.895 ton nitroger per tahun, fosfat sebesar 3.405 ton posfor per tahun dan 10.433 ton silikon per tahun.
Ia menyebutkan, nitrogen dan posforus itu berakibat air menjadi terlalu subur. Kalau tanah subur itu bagus, tetapi kalau air terlalu subur justru tidak terlalu baik karena berdampak negatif dan dapat menyebabkan eutrofikasi.
Ia menjelaskan, nitrogen dan posfat itu bagian utama dari proses penyuburan tersebut. Bahan organik yang masuk ke sungai harus diuraikan bakteri. Proses penguraian membutuhkan oksigen. Kalau terlalu banyak bahan organik, proses itu berjalan cepat dan kebutuhan oksigen juga cepat.
Itu sebabnya, sungai-sungai di Jakarta oksigennya habis. Akibatnya bau, kotor dan hitam karena banyak bahan organik. “Bahan organik yang menjadi sorotan ialah nitrogen dan posfat yang berasal dari limbah rumah tangga,” ungkap Ario.
Dalam skala eutrofikasi, peneliti ini menjelaskan bahwa Teluk Jakarta dikelompokkan ke dalam tiga kelas. Ketiga kelas itu hyper-eutrofik yaitu di sepanjang daerah pantai Teluk Jakarta; eutrofik yang berada di daerah setelah daerah hyper-eutrofik; dan daerah mesotrofik yang berada di bagian terluar Teluk Jakarta.
Peneliti ini menyarankan bahwa pengolahan limbah domestik komunal telah menjadi kebutuhan yang mendesak bagi pengelolaan pencemaran Teluk Jakarta. “Kota Jakarta menerima beban nitrogen dan posfat yang tinggi, jadi harus dikurangi. Untuk menguranginya kita cari sumbernya dari mana dan harus dibuat Ipal (Instalasi pengolahan air limbah) sebelum dibuang ke sungai. Dari hasil riset ini saatnya kota Jakarta punya Ipal domestik dari rumah tangga yang sifatnya komunal,” pungkasnya.