REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian melarang masyarakat untuk melakukan aksi unjuk rasa di Candi Borobudur. Pasalnya Candi Borobudur merupakan peninggalan budaya yang harus dijaga dan dilindungi.
"Karena ini objek vital. Tempat turis intenasional, warisan dunia. Ini bukan lagi milik Indonesia tapi warisan dunia. Harus kita jaga kelestarian budayanya," ungkap Tito di Mabes Polri Jakarta Selatan, Selasa (5/9).
Oleh karena itu, Tito juga mengaku sudah menginstruksikan Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono untuk tidak memberikan izin. Jangankan memberikan izin kata dia, bahkan Tito juga perintahkan agar kepolisian menolak surat pemberitahuan aksi apabila masyarakat memberikannya.
"Aksi di Borobudur dilarang. Saya (sudah) perintahkan Kapolda Jateng, jangan diizinkan dan jangan menerima surat pemberitahuan," tegasnya.
Tito memaparkan meskipun aksi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk mengkritisi kemanusiaan yang menimpa warga rohingya, tetap saja jika dilakukan di kawasan Candi Borobudur itu adalah sebuah kekeliruan. Alasannya karena permasalahan yang terjadi bukanlah masalah agama melainkan antara etnis rohingya dengan rezim yang tengah berkuasa saat ini di Myanmar.
"Yang terjadi di sana antara rezim yang berkuasa versus masyarakat etnis rohingya. Bukan masalah keagamaannya," ungkap Tito.
Bahkan umat Buddha di Indonesia pun terangnya sama halnya dengan umat lainnya sangat mengecam Pemerintah Myanmar. Umat Buddha Indonesia juga berbondong-bondong memberikan bantuan untuk warga Rohingya.
"Di sini, Walubi dan kelompok pengurus Buddha sudah mengeluarkan pernyataan sikap yang keras, mereka mengecam pemerintah Myanmar dan mereka juga berikan bantuan ke Rohingya," paparnya.
Pun dengan masyarakat Buddha di Myanmar sendiri, lanjut Tito, berdasarkan penuturan dari Duta Besar Myanmar masyarakat Buddha di Myanmar terbelah menjadi dua. Sehingga ada perlawanan juga antara kelompok Buddha dengan kelompok Buddha lainnya.
"Duta besar (Myanmar) Pak Ito menyampaikan, ada juga kelompok lain yang sama-sama Buddha, etnis Buddha lawan etnis Buddha, ada," ujarnya.
Oleh karena itu, Tito mengingatkan agar masyarakat lebih waspada lagi. Jangan sampai hal ini juga justru memicu antipati masyarakat kepada Pemerintah Indonesia.