REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan ketegangan yang terjadi akibat program nuklir Korea Utara (Korut) harus diselesaikan secara diplomatis. Ia menilai tindakan keras dan konfrontatif lainnya hanya akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan oleh dunia.
Ia juga menuturkan bahwa saat ini sangat penting bagi Dewan Keamanan PBB untuk bersatu menangani masalah program nuklir Korut. Guterres secara khusus menyampaikan kepada negara-negara anggota seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Cina, Jepang, dan Korea Selatan (Korsel) untuk menggunakan satu strategi secara kompak.
"Sangat penting agar Dewan Keamanan PBB bersatu dan terus berkomunikasi untuk mencapai upaya menyelesaikan masalah program nuklir Korut secara damai," ujar Guterres, dilansir CBS News, Rabu (6/9).
Tindakan Korut yang kembali memicu kemarahan internasional adalah uji coba bom hidrogen yang dilakukan pada Ahad (3/9) lalu. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu mengklaim melakukan tes terbaru dari alat peledak tersebut yang dirancang untuk ditempatkan dalam Peluru Kendali Balistik Antar Benua (ICBM). Ini disebut sebagai keberhasilan dari tujuan negara itu sejak lama untuk menempatkan hulu ledak nuklir sebagai alat persenjataan mereka.
Negara terisoalsi itu menuturkan bahwa tes bom hidrogen tersebut menjadi yang keenam kalinya dilakukan sejak 2006. Korut dapat mengklaim kesuksesan besar, karena kali ini persenjataan nuklir mereka berkembang dan memiliki kemampuan dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya.
"Bagaimanapun Korut telah melanggar norma global kesekian kalinya untuk hal ini dan pemimpin negara itu telah menempatkan jutaan orang, termasuk warganya sendiri menderita kekeringan, kelaparan, dan tentu pelanggaran berat bagi hak asasi mereka," jelas Guterres.
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Senin (4/9) lalu, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mendesak seluruh negara anggota menjatuhkan sanksi paling kuat untuk mencegah pengembangan program nuklir Korut. Ia juga hendak mengedarkan resolusi terbaru untuk memenuhi langkah itu.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan tindakan militer dapat segera dipersiapkan untuk menghadapi ancaman Korut. Ia juga melakukan percakapan dengan Presiden Korsel Moon Jae-in mengenai langkah mengerahkan alat pertahanan berupa kapal induk dan peledak strategis di Semenanjung Korea.
Sementara itu, Cina dan Rusia yang juga merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB menyerukan resolusi damai untuk mengatasi krisis Semenanjung Korea. Kedua negara berpendapat tindakan keras yang dilakukan untuk menghadapi Korut hanya akan memicu kekacauan lebih besar.
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korsel dan Jepang terus merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Dalam dua bulan terakhir, Korut telah melakukan serangkaian uji coba ICBM yang diklaim sukses. Dimulai pada 4 Juli lalu, di mana saat itu rudal yang dikenal dengan nama Hwasong-14 tersebut juga dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan Amerika Serikat (AS), khususnya wilayah Alaska.
Kemudian, dalam uji coba selanjutnya yang juga membuat kehebohan dunia terjadi pada 28 Juli lalu. Uji coba Hwasong-14 dilakukan dan diyakini memiliki jangkauan dan kekuatan lebih tinggi. Rudal itu mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Pada 28 Agustus, uji coba rudal yang dianggap jauh lebih serius dan membahayakan juga dilakukan Korut. Saat itu, senjata ini menempuh jarak hingga 2700 kilometer dan melewati wilayah udara di atas Hokkaido, Jepang.
Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut atas pengembangan program nuklir pertama kali pada 2006. Hingga pada 5 Agustus lalu, dewan juga mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut yang membuat pendapatan ekpor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.
Resolusi yang dirancang oleh AS, sebagai salah satu anggota tetap dewan itu membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang diantaranya batu bara, besi, dan bijih besi. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari Korut. Selain itu, jumlah pekerja dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang bekerja di luar negeri juga tidak dapat diperbanyak.
Meski resolusi terbaru dari PBB telah dikeluarkan, Korut menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan program nuklir. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga tidak khawatir dengan adanya alat pencegah senjata nuklir yang dimiliki AS dan bertujuan mengancam mereka.
Termasuk dengan rencana untuk meluncurkan rudal ke wilayah Guam pada pertengahan Agustus. Namun, saat itu Kim Jong-un mengatakan bahwa ahwa Korut terlebih dahulu hendak mengawasi tindakan AS, sebelum meluncurkan rudal untuk menyerang seluruh Guam. Pemimpin muda itu menjelaskan pertimbangan ini didasarkan adanya tujuan mencegah bentrokan militer yang berbahaya.