Rabu 06 Sep 2017 21:04 WIB

20 Ribu Rohingya Kelaparan di Bandarban

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang anak etnis Rohingya di pengungsian (ilustrasi).
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Seorang anak etnis Rohingya di pengungsian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARBAN -- Bandarban merupakan salah satu tempat eksotis dalam industri wisata Bangladesh. Namun hari ini, wilayah tak berpenghuni itu menjadi mimpi buruk bagi 20 ribu Rohingya yang sangat membutuhkan makanan, air, dan bantuan medis.

Shab-e-Meraj (26 tahun) menyeberangi sungai Tombru yang dangkal sambil menggendong anak perempuannya yang berusia dua bulan, Noor Kaida, yang menderita demam. Dia berusaha meminta bantuan medis dari Medecins Sans Frontieres (MSF). Sekitar 300 pria dan wanita lainnya, yang semuanya kurus dan kelaparan, juga menunggu antrean untuk menemui dokter MSF.

Meraj dulu tinggal di desa Raimmyakhali di negara bagian Rakhine di Myanmar. Dia mengatakan tentara Myanmar telah membakar rumah mereka dengan bantuan penduduk desa yang beragama Buddha. Ia dan suaminya, Mohammed Noor, melarikan diri ke Bandarban bersama sembilan anggota keluarga lainnya saat pertumpahan darah di Rakhine dimulai. Sekarang mereka bertahan dengan memakan makanan kering yang ditawarkan oleh sukarelawan dan penduduk desa terdekat.

"Tidak mungkin saya bisa kembali ke neraka itu," ujar Meraj, seperti dikutip Arab News.

Sejauh mata memandang, Bandarban dipenuhi dengan kamp-kamp darurat, tempat 20 ribu Rohingya terjebak selama lebih dari sepekan.

"Kami mencoba memberi mereka makanan dan air minum," kata pejabat pemerintah setempat, Jahangir Aziz. "Pagi ini saya membagikan 2 kg nasi, bawang dan lainnya untuk setiap keluarga yang berlindung di kecamatan saya."

Namun, menurutnya persediaan makanan di pasar desa sudah habis untuk dibagikan kepada para pengungsi. "Saya takut semakin memburuknya situasi. Semua institusi pendidikan tutup untuk Idul Adha namun kelas akan dilanjutkan mulai besok. Saya tidak tahu bagaimana siswa akan mengikuti kelas. Seluruh wilayah telah berubah menjadi tong sampah," ungkapnya.

Pemerintah setempat telah menyiapkan empat sumur untuk menyediakan air minum bersih bagi para pengungsi, dan akan membangun beberapa sumur lagi. Seorang dermawan lokal juga mulai bekerja menyediakan 10 toilet.

Truk kecil yang membawa barang bantuan terlihat bergerak melalui jalan yang sempit. Relawan berusaha memberikan bantuan makanan dan pekerja Palang Merah telah mendistribusikan air minum dengan kantong plastik, namun mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pengungsi di Bandarban.

Rohingya yang terjebak di sini merupakan bagian dari 150 ribu orang yang telah meninggalkan Myanmar. Banyak yang tidur di udara terbuka dan sangat membutuhkan makanan dan air setelah berjalan berhari-hari untuk mencari tempat yang aman.

Aktivis HAM Bangladesh, Nur Khan Liton, mengatakan krisis kemanusiaan besar-besaran sedang berlangsung. "Orang-orang tinggal di kamp pengungsian, di tengah jalan, halaman sekolah, dan di bawah langit terbuka. Mereka membersihkan hutan untuk menciptakan permukiman baru. Ada krisis air dan makanan yang akut," kata Liton.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement