REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mempercepat persidangan dan pengambilan putusan terkait permohonan uji materi terjadap Undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Permintaan percepatan tersebut mempertimbangkan tahapan Pemilu Serentak 2019 yang segera dimulai.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Idaman, Ramdansyah, mengatakan partainya menganggap percepatan persidangan dan pengambilan putusan harus segera dilakukan terkait dengan verifikasi partai politik. Sebab, salah satu pasal yang diujimaterikan oleh Partai Idaman terkait dengan verifikasi yakni Pasal 173 ayat 1 dan 3 UU 7/2017.
Ramdansyah menerangkan partainya sudah menyampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan MK mengenai putusan yang memenuhi uji materi pada 2012. Kala itu, ada putusan terkait uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2012, di mana hanya parpol-parpol baru yang diverifikasi.
Ini merujuk kepada UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Legislatif (Pileg). “Saat ada putusan, PKPU itu direvisi menjadi PKPU Nomor 12 tahun 2012 soal verifikasi parpol," kata Ramdansyah kepada wartawan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (11/9).
Merujuk kepada putusan itu, Partai Idaman mengingatkan ada kemungkinan putusan MK memerintahkan verifikasi berlaku bagi semua parpol. Karena itu, jika putusan dibacakan setelah proses verifikasi selesai dilakukan KPU maka Partai idaman akan mengalami kerugian konstitusi yang sangat nyata.
Dia menambahkan akan terjadi diskriminasi antara parpol baru dengan parpol lama pada Pemilih 2019. “Kami ingatkan dan mohon percepatan sidang dan pengambilan putusan,” kata Ramdhansyah menerangkan.
Pada Senin hari ini, Partai Idaman menjalani tahap kedua sidang uji materi UU Pemilu. Partai Idaman mengajukan uji materi pasal 173 tentang verifikasi parpol dan pasal 222 mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold).
Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan MK harus memperhatikan dan menjadikan uji materi UU Pemilu prioritas. Sebab, pelaksanaan Pemilu dibatasi tahapan, program dan jadwal.
“Putusan MK mengenai uji materi UU Pemilu sebaiknya selaras dan kontekstual dengan tahapan Pemilu," kata Titi ketika dihubungi Republika, Senin.
Dia mengatakan sudah ada 12 pihak yang mengajukan uji materi terhadap UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pengajuan tersebut dilakukan sejak akhir Agustus hingga pekan lalu.
Titi menyebutkan, 12 pemohon antara lain Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Indonesia Kerja (PIKA), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Effendi Ghazali, Habiburakhman, anggota DPR Aceh serta Perludem bersama koalisi masyarakat pegiat Pemilu.
Garis besar permohonan uji materi ada dua hal, yakni verifikasi parpol dan ambang batas pencalonan presiden.Menurut Titi, ada kemungkinan bertambahnya permohonan gugatan uji materi akan bertambah.
Selain karena akses informasi, UU Pemilu merupakan gabungan dari tiga peraturan sehingga sangat memungkinkan ada banyak aturan yang berpotensi digugat.