REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mendalami kebenaran sakit-tidaknya Ketua DPR RI Setya Novanto lantaran tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK pada Senin (11/9). Bahkan, Novanto juga dipastikan tidak hadir dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan.
"SN tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka kemarin karena yang bersangkutan beralasan sakit, alasan sakit inilah yang harus didalami KPK. Apakah sakit betulan ataukah pura-pura sakit," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (12/9).
Ujang juga menegaskan bahwa setiap warga negara, siapapun orangnya termasuk Setya Novanto yang juga sebagai Ketum Partai Golkar tentu harus hadir jika diminta penegak hukum. Hukum harus tegak di bumi pertiwi dan juga adil bagi semua warga negara.
Jangan sampai, lanjut Ujang, sakit yang disampaikan pihak Novanto kepada KPK itu sebagai bagian dari strategi untuk menghindari pemeriksaan dan mengulur-ulur waktu. "Sakitnya dibuat-buat atau pura-pura sakit, nah inilah yang harus dicek kebenarannya oleh KPK," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR RI, Setya Novanto tidak bisa hadir dalam pemeriksaan perdananya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) yang dijadwalkan KPK pada Senin (11/9) kemarin.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham mengungkapkan, absennya Ketum Partai Golkar itu lantaran saat ini Novanto sedang dirawat di rumah sakit. "Saya barusan dari rumah sakit, dan kedatangan kami, badan advokasi dan tim lawyer Partai Golkar berdasarkan pemeriksaan tim dokter Pak Novanto tidak memungkinkan untuk hadir," kata Idrus kemarin.
Selain itu, Idrus juga menyampaikan bahwa kemungkinan Novanto juga tidak bisa menghadiri sidang praperadilan di PN Jaksel yang dijadwalkan dimulai pada Selasa (12/9) ini. "Dokter merekomendasikan untuk tidak hadir pada pemeriksaan hari ini (Senin 11/9) di KPK. Karena kondisinya seperti ini, saya kira (Setnov) tidak akan hadir juga besok (Selasa 12/9 di PN Jaksel)," tutur dia.