Kamis 14 Sep 2017 17:25 WIB

Usaha Sosial Jadi Titik Tengah Dua Kutub

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Pendiri Bina Swadaya Bambang Ismawan bersama Direktur Usaha Sosial Dompet Dhuafa Social Enterprise Rini Suprihartanti memberi paparan pelaksanaan konferensi Social Enterprise Advocacy and Leveraging (SEAL) yang digagas Instutute of Social Enterpreneurship in Asia (ISEA) di Bali pada 26-30 September 2017 mendatang di Bali, Indonesia.
Foto: Republika/Fuji EP
Pendiri Bina Swadaya Bambang Ismawan bersama Direktur Usaha Sosial Dompet Dhuafa Social Enterprise Rini Suprihartanti memberi paparan pelaksanaan konferensi Social Enterprise Advocacy and Leveraging (SEAL) yang digagas Instutute of Social Enterpreneurship in Asia (ISEA) di Bali pada 26-30 September 2017 mendatang di Bali, Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usaha sosial dinilai jadi titik tengah dua kutub tradisional, bisnis dan filantropi. Usaha sosial menjadi pembuktian bisnis bisa dijalankan laiknya usaha dengan mengusung misi pemberdayaan dan kebermanfaatan bersama.

Direktur Usaha Sosial Dompet Dhuafa Social Enterpris Rini Suprihartanti menjelaskan, ada dua kutub tradisional yang ditemui, bisnis dan filantropi. Filantropi fokus pada tujuan sosial saja dan bisnis berorientasi profit bagi pemilik usaha saja.

Usaha sosial ada di tengah kedunya, ada misi sosial dan bisnis. Usaha dijalankan seperti bisnis pada umumnya. Hanya saja, profit yang dihasilkan entitas bisnis tidak kembali ke personal tapi ke masyarakat.

Dalam konteks usaha sosial, Dompet Dhuafa menguncinya dengan menggunakan lembaga yayasan dimana profit yang dihasilkan akan kembali ke yayasan untuk dikembalikan ke masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan.

''Membangun bisnis itu pasti sulit. Tapi, bagaimana menjadikan mereka yang tergabung punya satu misi,'' kata Rini usai konferensi pers rencana pelaksanaan konferensi Social Enterprise Advocacy and Leveraging (SEAL) di Kantor Dompet Dhuafa, Kamis (14/9).

Dompet Dhuafa mengombinasi usaha sosial Islami yang sumber dananya dari dana keuangan sosial Islam. Pengelola dana keuangan sosial Islam ini baik statusnya pengelola wakaf (nazhir) atau pengelola zakat (amil) punya hak yang sudah ada ketentuannya.

Usaha sosial Dompet Dhuafa punya tiga model yakni lembaga bisnis sosial, usaha sosial, dan usaha komunitas. Lembaga bisnis sosial berupa perseroan yang operasionalnya seperti bisnis. Sementara usaha sosial adalab model pembinaan masyarakat untuk berproduksi dan menangkap produk mereka untuk dipasarkan. Dalam usaha sosial, mitra binaan Dompet Dhuafa amat diperhatikan rantai usahanya. Mitra binaan bisa jadi pemasok produk untuk dipasarkan ke para donatur.

Semenatar usaha komunitas adalah basis awal usaha sosial. Sebab dalam model ini, tim Dompet Dhuafa memberi pelatihan, modal hibah dari dana sosial Islam, dan pendampingan sampai mitra binaan bisa membentuk organisasi mereka sendiri. ''Kalau zakat, maka sasarannya adalah mustahik. Ada pengukuran dampak karena ini dana dari masyarakat,'' ungkap Rini.

Rini mengaku, sebelumnya Dompet Dhuafa tidak tahu model pemberdayaan yang mereka lakukan merupakan bentuk usaha sosial sampai hal itu diangkat jadi bahan riset. Dari hasil riset pihak di luar Dompet Dhuafa terhadap program Tebar Hewan Kurban, tujuan pemberdayaan dinilai bisa sinergi dengan pola bisnis. Pengakuan dari berbagai pihak atas hal itu makin meyakinkan Dompet Dhuafa bahwa mereka berada di jalur yang pas.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement