Jumat 22 Sep 2017 20:17 WIB

Kementan: Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Surplus

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Gita Amanda
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)
Foto: banten.go.id
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja perdagangan komoditas pertanian surplus hingga 10,98 miliar dolar AS. Hal tersebut turut mensejahterakan para petani.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, kinerja perdagangan komoditas pertanian terlihat dari neraca atau selisih nilai ekspor dengan impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas pertanian bulan Januari hingga Agustus 2017 mencapai 22,18 miliar dolar AS sedangkan nilai impor hanya 11,20 miliar dolar AS. Itu artinya ada surplus sebesar 10,98 miliar dolar AS.

"Surplusnya ini naik 101 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang hanya surplus 5,46 miliar dolar AS," katanya melalui siaran resmi, Jumat (22/9).

Ia melanjutkan, kebijakan strategis terutama kebijakan pengendalian rekomendasi impor dan mendorong ekspor sudah pada jalurnya dalam meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Ekspor kopi, karet, kelapa sawit, kelapa, pala, lada, kacang hijau, nanas dan lainnya diakui Suwandi naik signifikan.

Suwandi menegaskan, sejak Januari 2016 hingga Agustus 2017 tidak ada impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi. Kementan pun berhasil meningkatkan produksi jagung sehingga impor jagung pada 2016, turun 62 persen dan sejak Januari hingga Agustus 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.

Menurutnya, ini membuktikan sejak 2016 Indonesia telah berhasil swasembada beras mengingat konsumsi beras 100 persen dari produksi sendiri dan tidak ada impor beras medium yang dikonsumsi masyakarat luas. Sesuai data BPS, impor beras Januari hingga Agustus 2017 sebesar 191 ribu ton. Impor tersebut bukan beras medium, tetapi beras pecah 100 persen (menir) sebesar 187 ribu ton dan sisanya berupa benih dan beras termasuk beras khusus.

Sementara itu, sambungnya, jagung yang diimpor di tahun 2017 sebesar 290 ribu ton ini bukan merupakan jagung pipil untuk kebutuhan pakan ternak. Akan tetapi jagung untuk bahan pemanis dan gluten pada industri makanan dan minuman.

"Artinya sudah swasembada jagung karena seluruh kebutuhan jagung pakan ternak sudah diproduksi sendiri," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement