Selasa 26 Sep 2017 16:01 WIB

BPJS Kesehatan Membutuhkan Dana Rp 34 Triliun

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
BPJS Kesehatan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, perhitungan anggaran BPJS yang ada saat ini memang masih belum menggembirakan. Ia mengatakan, BPJS kesehatan sudah beberapa kali menjelaskan kepada komisi IX DPR, iuran yang ditetapkan belum seimbang dengan pembiayaan pelayanan kesehatan yang harus dibayarkan.

Ia mengungkapkan, anggaran yang ditetapkan untuk BPJS Kesehatan pada 2017 sebesar Rp 25 triliun. Sementara defisit, Kemenkes melaporkan sudah mencapai Rp 9 triliun. ''Dengan demikian, anggaran yang dibutuhkan kurang lebih mencapai Rp 34 triliun,'' kata Saleh, saat dihubungi, Selasa (26/9).

Karena itu, Saleh menyatakan BPJS Kesehatan menginginkan ada penyesuaian iuran sesuai dengan perhitungan aktuaria yang ideal. Terkait hal ini, komisi IX masih melakukan kajian. Usulan dan harapan BPJS kesehatan perlu didalami, sehingga tidak semakin menambah beban APBN.

Termasuk di dalamnya, fraud (kecurangan) yang masih ada. Fraud yang ada, lanjut dia, dinilai berkontribusi bagi peningkatan defisit. Kalaupun ada rencana penyesuaian iuran, perlu dipastikan bahwa fraud tersebut telah diselesaikan. ''Untuk apa ditambah jika tetap ada fraud,'' jelas dia.

Menurut kemenkes, Saleh menambahkan, penambahan jumlah peserta tidak serta merta menaikkan defisit. Justru, dengan sistem gotong royong yang menjadi core business BPJS Kesehatan, penambahan jumlah peserta justru bisa mengurangi defisit.

Selain itu, komisi IX DPR juga sedang menyeriusi soal pendataan kepesertaan. Temuan di lapangan, kepesertaan BPJS Kesehatan, khususnya yang masuk kategori data Penerima Bantuan Iuran (PBI), masih semrawut. Ada banyak orang yang tidak semestinya dapat, justru terdaftar sebagai peserta.

''Sebaliknya, ada yang benar-benar membutuhkan, malah tidak terdaftar sebagai peserta,'' ungkap Saleh.

Saleh juga mendukung agar kepesertaan mandiri dimaksimalkan sebagaimana ujaran Kemenkeu. BPJS Kesehatan harus mampu bersaing dengan asuransi swasta yang ada. Dengan demikian, pendapatan BPJS juga bisa semakin dimaksimalkan.

Anggota Komisi IX Irma Suryani menyatakan, saat ini jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah 181 juta. Sedangkan jumlah rakyat Indonesia  ada 254 juta.

Jumlah rakyat dikurangi jumlah peserta adalah73 juta. Artinya ada sekitar 73 juta yang belum menjadi anggota. Sementara rumah sakit yang sudah kerjasama dengan BPJS Kesehatan ada sekitar 2.156 RS.  Jumlah rumah sakit yang ada di Indonesia 2.736, sehingga selisihnya 580 rumah sakit yang belum kerjasama.

''Sampai tahun 2019,  BPJS harus kerja keras untuk bisa mengajak kerjasama 38.67 RS per bulan. Agar dicapai seluruh RS yang bekerja sama dengan BPJS,'' ujar Irma.

Rumah  sakit BUMN ada 64, sementara rumah sakit BUMN yang sudah bekerjasama baru 43 rumah sakit. Berarti ada 21 rumah sakit BUMN yang masih belum kerjasama. ''Rumah sakit BUMN kan dari uang rakyat, harusnya diwajibkan dong rumah sakit BUMN bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,'' tegasnya.

Sementara, pemerintah tidak mau menaikan iuran PBI dari 23 ribu per orang per bulan di 2018. Pekerja Penerima Upah (PPU) yang juga masih rendah sekitar 10.6 juta dari total pekerja formal 40 juta orang, piutang masih besar sekitar Rp 3,5 triliun, serta kendali mutu dan kendali biaya yang belum optimal.

''Maka BPJS Kesehatan 'ditakdirkan' akan defisit terus jika regulasi dan komitmennya tidak diperbaiki,'' jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement