REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia berharap hakim Cepi Iskandar sebagai hakim tunggal dalam sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait penetapan status tersangka dalam kasus korupsi KTP-elektronik, dapat memutuskan dengan seadil-adilnya secara independen. Walaupun selama persidangan berjalan terlihat banyak sekali kejanggalan.
"Walaupun ICW menyebut ada enam (kejanggalan), tapi menurut saya setidaknya ada tiga. Pertama, diabaikannya dua permohonan intervensi; kedua, pengambilan putusan menolak eksepsi KPK yang didahului dengan konsultasi ke Ketua PN; ketiga, ditolaknya permohonan KPK untuk mendengarkan bukti rekaman di persidangan," kata Doli kepada Republika.co.id, Jumat (29/9) malam.
Ia berkata, sebenarnya dari pandangan awam, praperadilan Setnov untuk menentukan apakah status tersangka seseorang bisa dibenarkan atau tidak. Dan seperti yang ketahui, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka cukup dengan dua alat bukti. Selama persidangan berlangsung, KPK sudah memberikan sekurangnya 193 alat bukti yang dibawa dengan puluhan kardus. "Seperti keyakinan saya sejak awal, KPK tentu tidak sembarangan atau tidak main-main dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka," ucap dia.
Jadi, kata Doli melanjutkan, dengan banyaknya bukti-bukti yang disampaikan KPK itu, sesungguhnya tidak ada alasan lagi bagi Cepi Iskandar kecuali menolak gugatan Setya Novanto. "Namun cerita itu bisa jadi lain, karena sejak awal publik, terutama saya dan kawan-kawan GMPG mendapatkan informasi bahwa praperadilan ini akan dijadikan wahana untuk meloloskan Setya Novanto dari jeratan hukum, mengikuti jejak para pejabat tinggi lainnya yang memang lolos sebelumnya," kata Doli.