Selasa 03 Oct 2017 08:19 WIB

Diskriminasi Larangan Bercadar

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Esthi Maharani
Seorang muslimah dipaksa membuka cadar oleh petugas kepolisian Austria.
Foto: Daily Mail
Seorang muslimah dipaksa membuka cadar oleh petugas kepolisian Austria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Radikalisme Pradana Boy mengungkapkan pelarangan cadar merupakan sebuah tindakan diskriminasi terhadap suatu agama. Apalagi jika hanya didasarkan pada asumsi terorisme dan radikalisme saja.

"Jika hanya ada pelarangan cadar dan karena asumsi terorisme, maka ini jelas diskriminasi pada Islam. Seharusnya, kalau mau membuat pelarangan, jangan hanya simbol Islam, semua simbol dan atribut dari semua agama juga harus dilarang," ujar Pradana saat dihubungi Republika, Senin (2/10) malam.

Pemerintah beberapa negara Eropa yang melarang perempuan muslim menggunakan cadar, dengan alasan khawatir. Sekitar 100 aktivis muslim perempuan dan pemuka agama Islam melakukan demo di Austria, mengutuk pelarangan menggunakan cadar. Aturan tersebut dibuat Austria mengikuti negara di Eropa lainnya, seperti Perancis, Belgia, Belanda, dan Bulgaria.

Pemerintah Austria mengatakan aturan tersebut bertujuan untuk melindungi nilai-nilai dan konsep masyarakat bebas Austria. Aturan itu pun sudah dirapatkan berkali-kali dengan berbagai pertimbangan. Pejabat telah dengan hati-hati menerapkan undang-undang tersebut.

Imajinasi Islamofobia telah terbentuk melalui sejumlah kejadian buruk di sejumlah negara Eropa yang disebut 'Permasalahan Muslim'. Peneliti senior Universitas Bridge Initiative, Georgetown, Farid Hafez mengatakan gagasan tentang larangan bercadar mencerminkan imajinasi Islamofobia itu.

Hafez memperingatkan larangan bercadar itu bisa memiliki konsekuensi serius."Orang-orang biasa ketika di jalan bertemu perempuan muslim, bisa saja bertindak tidak hormat. Lalu menghina mereka secara terbuka di jalan. Perempuan muslim muda yang harusnya bisa menginspirasi, justru bisa terhambat aktivitasnya," ujar Hafez.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement