REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Islam Bandung (Unisba) menggodok para lulusannya untuk siap menghadapi tantangan global, terutama memasuki era Masyarakat Ekonomy ASEAN (MEA). Rektor Unisba Edi Setiadi mengatakan, pada 2021 semua lulusan Unisba bisa diterima secara global dan regional termasuk pada level ASEAN.
"Pada 2025, para alumni harus dapat diterima di level Asia," kata Edi usai Seminar Internasional dan Call Paper dalam rangka Milad ke-59 Unisba dengan tema "Peran Perguruan Tinggi dalam Percepatan Pembangunan Negara-Negara ASEAN" di Bandung, Selasa (3/10).
Menurut Edi, MEA merupakan tantangan yang harus dihadapi dan tidak bisa dihindarkan. Mau tidak mau, sambung dia, semua negara di ASEAN termasuk Indonesia harus menghadapinya. Perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk menyiapkan lulusannya siap menghadapi dinamika yang terjadi ini.
Edi menjelaskan, berbagai upaya terus dilakukan Unisba guna mencapai target tersebut. Langkah itu antara lain meningkatkan standar indikator akademik para dosen dan membuat perencanaan manajemen dengan standar penjamina mutu internal.
Saat ini, jelas dia, Unisba paling unggul pada tingkat nasional. "Modal kita telah ada, tinggal kita memperkuat yang sudah kita punyai," Edi menegaskan.
Upaya lainnya, Unisba telah mengubah konsep pesantren sarjana di mana kini menjadi pesantren sarjana dan bimbingan karier. Artinya, pada pesantren sarjana Unisba menyiapkan soft skill.
Terkait kerja sama dengan kampus di luar negeri, Edi mengatakan, untuk kerja sama dalam bentuk dual degree saat ini belum dilakukan. Namun, ke depan kemungkinan hal itu akan dipersiapkan. Beberapa negara yang saat ini telah menjalin kerja sama dengan Unisba di antaranya, Malaysia, Singapura, Australia, dan Belgia.
Ketua Panitia Seminar Internasional Unisba, Rini Irianti Sundari, mengungkapkan sebenarnya Unisba mengundang 10 negara ASEAN. Namun, yang hadir hanya empat yakni Thailand, Kamboja, Filipina, dan Malaysia. Mereka hadir sebagai pembicara, partisipan, dan pemberi makalah.
Pembicara inti pada seminar ini adalah Prof Dr Yusuf Kasim (Asian Islamic University, Kuala Lumpur), Prof Dr Sukree Langputeh (Thailand University), dan Prof Dr dr M Thaufiq S Boesoirie (professor kedokteran, Unisba).