REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menjelaskan, modus yang dilakukan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman dalam kasus dugaan korupsi adalah dengan mencabut kuasa pertambangan PT Antam di Konawe Utara.
Saut mengatakan, setelah resmi menjabat pada 2007, diduga Aswad mencabut izin PT Antam secara sepihak di Kecamatan Langgikima dan Molawe. "Yang bersangkutan diduga secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT Antam," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/10).
Saut melanjutkan, Kabupaten Konawe Utara memiliki potensi nikel, yang dikelola beberapa perusahaan dan secara mayoritas dikelola PT Antam. Saat menjabat menjadi Bupati Konawe Utara, Aswad menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan di wilayah tambang, yang masih dikuasai PT Antam. Setelah itu, Aswad langsung menerbitkan 30 SK Kuasa Pertambangan Eksplorasi.
"Dari proses tersebut, ASW diduga telah menerima sejumlah uang dari masing-masing perusahaan," ujarnya.
Saut mengatakan, KPK bakal mendalami sejumlah pihak lain yang diduga ikut berperan dalam kasus korupsi tambang nikel ini. Menurutnya, dari pasal yang disangkakan pada Aswad, pihaknya turut menyertakan pihak-pihak lain dalam kasus ini.
"Di dalam surat sprindik ada dan kawan-kawan. Ini juga gitu, jadi akan kami kembangkan ke siapa saja yang timbulkan kerugian," ujarnya.
Namun Saut belum mau merinci nama-nama perusahaan yang diduga diuntungkan dan memberikan uang kepada Aswad. Saut hanya memastikan bahwa pihaknya juga bakal mendalami perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kasus ini.
Seperti diketahui, Aswad diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin pertambangan dan eksploitasi serta izin usaha produksi operasi produksi nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dari tahun 2007 sampai 2014, yang diduga merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun.
Atas perbuatannya dalam pemberian izin, Aswad dijeratPasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/ 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara untuk kasus suap Rp 13 miliar, Aswad disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.