REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam pada khususnya diakui secara konstitusional sebagai agama di Austria, setelah perlakuan parlementer di Majelis Tinggi dan Majelis Rendah, sejak 1912. Hukum Islam, yang dikeluarkan oleh Kaisar Franz Joseph I, mengkhawatirkan pengakuan pengikut Islam di bagian kekaisaran Austria.
Pada tahun 1979, Undang-Undang Islam tahun 1912 ini menjadi dasar pengakuan Islam sebagai perusahaan hukum publik, di mana juga proklamasi sebuah Konstitusi Badan Keagamaan Islam dan pembentukan Komunitas Agama Islam pertama di Wina diumumkan ("Anerkennungsgesetz"; "Act of Recognition"). Menurut Pasal 1 Konstitusi semua umat Islam di Austria termasuk dalam Badan Keagamaan.
Di Austria, Badan Keagamaan Islam diakui sebagai perusahaan berdasarkan hukum publik sejak tahun 1979. Sekitar 200 guru memberikan pendidikan agama Islam di sekolah negeri sesuai kurikulum yang disetujui secara nasional.
Menurut Pasal 3 konstitusi ini, tugas Badan Keagamaan Islam terutama menyangkut "menjaga dan menjaga agama di kalangan pengikut Islam". Presiden organisasi dipilih sesuai dengan konstitusinya; Sebagai juru bicara resmi otoritas nasional atau gereja, dia tunduk pada kontrol publik. Dengan pengakuan formal terhadap Islam, perwakilan Badan Keagamaan Islam (presiden, wakil, guru agama, dsb.) Menjadi orang-orang resmi yang berwenang, politisi dan wartawan dapat balikkan. Pengakuan sebagai komunitas religius mempromosikan pendidikan agama.
Akhirnya, pada tahun 1989, pemerintah Austria mengubah 'Undang-undang Islam' untuk mengenali semua sekolah teologi Islam di samping Sekolah Hanafi, yang tercakup oleh undang-undang sebelumnya. Hal ini menyebabkan meningkatnya hak dan hak istimewa bagi umat Islam Austria.
Misalnya wanita diizinkan mengenakan jilbab di tempat kerja dan dalam upacara publik, siswa di institusi publik juga diizinkan untuk berjilbab, dan mendapatkan hak untuk belajar Islam di sekolah negeri dan di tentara. Tentara Muslim Austria juga mendapatkan hak untuk melakukan cuti untuk liburan Idul Fitri dan Idul Adha.