REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Austria adalah negara Eropa terbaru yang menerapkan larangan tersebut. Pada tahun 2011, Perancis dan Belgia memperkenalkan undang-undang tersebut. Pada tahun 2015, Belanda menyetujui larangan sebagian terhadap jilbab, sementara Bulgaria menerapkan larangan penuh pada tahun 2016. Larangan tersebut telah memicu perdebatan tentang multikulturalisme di seluruh benua.
Para pendukung mengatakan bahwa cadar mengancam keamanan dan menghalangi interaksi, sementara mereka yang menentang larangan mengatakan melanggar hak-hak agama dengan latar belakang Islamofobia.
"Saat ini, kami sangat khawatir dengan wacana politik melawan Islam, yang telah memasuki arus utama politik," kata Baghajati dari Islamic Religious Authority Authority, yang mengungkapkan kegelisahan atas bangkitnya Freedom Party, yang seperti kelompok serupa di seluruh Eropa, mengayunkan garis anti-imigrasi, anti-Islam untuk keuntungan politik.
Pekan lalu, partai alternatif yang paling kanan, Alternative for Germany (AfD) memenangkan kursi di Bundestag Jerman, yang pertama melakukannya sejak Perang Dunia II, memicu ketakutan akan gelombang serupa di Austria.
"Kami khawatir hal ini akan berdampak pada Austria, juga," kata Baghajati. "Tuduhan terhadap Muslim, prasangka, dan semua jenis pemikiran negatif kini telah memasuki arus utama. Rasanya seolah-olah merupakan ancaman umum terhadap masyarakat untuk menjadi seorang Muslim."