Selasa 17 Oct 2017 16:46 WIB

Tidak Hadir, Djarot Dianggap tak Memberikan Contoh Baik

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakhadiran mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful H, saat pelaksanaan serah terima jabatan di balai kota Jakarta menjadi pertanyaan banyak pihak. Djarot dianggap tidak memberi contoh yang baik bagi birokrasi. 

"Di sistem pemerintahan, pemerintahan itu estafet. Kecuali ada alasan yang berhalangan tetap. Tapi jika alasannya berlibur, itu akan mencederai tugas beliau. Implikasinya memberikan suatu contoh yang bagi birokrasi itu menjadi sesuatu yang tidak baik. Itu yang harus dikritisi," ujar Chazali saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (17/10).

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik tersebut juga menyebutkan seorang petugas pemerintahan telah disumpah untuk mementingkan kepentingan negara di atas pribadi maupun golongan. Dengan tidak hadirnya mantan Gubernur DKI Jakarta di acara serah terima jabatan akan mencederai birokrasi pemerintah.

Lebih lanjut Chazali menyebut Djarot Saiful Hidayat merupakan Gubernur definitif, bukan pelaksana tugas. Djarot telah disumpah jabatan oleh Presiden RI untuk mengabdi pada bangsa dan negara. Sudah seharusnya beliau melaksanakan tugasnya sampai akhir. Bukan diserahkan pada Plt, Sekda Saefullah.

"Ketika Gubernur Ahok masuk penjara, maka dilantiklah Gubernur baru oleh Presiden. Artinya dia harus menyelesaikan sampai akhir periode. Birokrasi pemerintahan, jika berakhir harus meyerahkan kepada penggantinya. Dimana-mana begitu. Normatifnya begitu," lanjut Chazali.

Dosen Unas tersebut juga menyebutkan penunjukan Plt bisa dilakukan jika ada halangan yang mendesak terjadi. Bisa karena cuti karena sakit baik diri sendiri atau keluarga, tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan, atau alasan mendesak lainnya. Bukan karena alasan ingin berlibur.

Diakhir, Chazali mempertegas bahwa masalah ini bukan persoalan sepele. Belum pernah dia melihat ada serah terima jabatan yang tidak dihadiri oleh pejabat yang lama. Presiden harus memberi perhatian lebih untuk keadaan ini. Bahkan jika perlu, dibentuk suatu SOP untuk mengaturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement