REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU -- Lebih dari 300 orang tewas ketika sebuah bom meledak di ibu kota Somalia, Mogadishu, Sabtu pekan lalu. Serangan tersebut merupakan serangan paling mematikan yang pernah terjadi di negara tersebut.
Dilansir dari Aljazirah, Selasa (17/10), pemerintah memberlakukan masa berkabung tiga hari. Korban luka akibat ledakan ini mencapai sekitar 300 orang dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. Rumah sakit kehabisan darah dan publik Somalia marah akan insiden ini.
Namun dunia seolah diam dan tidak peduli dengan tragedi Somalia. Serangan di Somalia terjadi lebih dari satu pekan setelah penembakan massal di Las Vegas.
"Dunia tidak adil, media sosial bisa membuktikan hal itu. Sebanyak 276 meninggal di Somalia dan kita tidak melakukan hal yang sama dengan yang kita lakukan saat Las Vegas," ujar Eke van Victor dalam akun Twitter.
Stacey Dooley, seorang presenter televisi Inggris juga menyampaikan keluhannya terkait sedikitnya kepedulian atas tragedi Somalia. "Anda seharusnya merasa hancur karena kehilangan nyawa di Somalia, seperti pembunuhan yang tidak masuk akal di Vegas," tulisnya.
Beberapa pihak juga khawatir dengan rendahnya tingkat liputan media dibandingkan dengan serangan mengerikan lainnya.
Komentator dan profesor hukum Khaled Beydoun mencatat serangan bom di Manchester, sebuah kota di utara Inggris, diberitakan lebih sering oleh media. Padahal jumlah korban tewas di Somalia 10 kali lebih banyak dari tragedi di Manchester pada Mei lalu yang menewaskan 22 orang.
"Tapi Somalia mendapat liputan kurang dari 100 kali," tulis Beydoun dalam akun media sosialnya.
Juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi Itayi Viriri mempertanyakan mengapa serangan Somalia tidak berdampak pada media sosial atau tokoh terkenal, yang sering menyampaikan dukungan dan belasungkawanya terhadap korban serangan.
Kandidat PhD di Harvard Clint Smith mengatakan tragedi Somalia sama dengan tragedi yang menimpa AS atau Inggris atau Prancis sehingga warga Somalia layak diberi dukungan.
"Lebih dari 200 orang tewas dalam ledakan di Somalia, tidak ada tren Twitter/berita utama, bukti dunia hanya diatur oleh politik kekuasaan bukan oleh kemanusiaan," kata aktor Pakistan Hamza Ali Abbasi.
Beberapa pengguna media sosial lainnya mengatakan dunia hanya lebih peduli jika korban serangan berkulit putih.
Sebelumnya, Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Farmajo menyalahkan kelompok bersenjata al-Shabaab atas serangan mematikan di negara tersebut. Farmajo mengatakan sidik jari kelompok bersenjata tersebut dapat ditemukan pada ledakan di ibu kota Mogadishu.