Senin 23 Oct 2017 10:19 WIB

BNPB: Kondisi Sungai Darurat

Rep: Nur Aini/ Red: Elba Damhuri
Peluncuran program Sekolah Sungai Papua Barat dan Aksi Bersih-Bersih Sungai Remu di Sorong, Papua Barat, Ahad (22/10).
Foto: Republika/Nur Aini
Peluncuran program Sekolah Sungai Papua Barat dan Aksi Bersih-Bersih Sungai Remu di Sorong, Papua Barat, Ahad (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut kondisi sungai di Indonesia sebagian besar sudah darurat. Hal ini karena sungai bukan lagi menjadi sumber penghidupan masyarakat tetapi telah berubah sebagai tempat pembuangan sampah sehingga terjadi pendangkalan.

Kepala BNPB Willem Rampangilei mengungkapkan, saat ini kondisi daerah aliran sungai kritis mencapai 24,6 juta hektare. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar sungai dijadikan tempat pembuangan sampah sehingga terjadi pendangkalan. Selain itu, limbah pabrik turut mencemari sungai.

Padahal, kata dia, sungai adalah sumber kehidupan manusia. Tidak hanya irigasi, tetapi juga untuk perkembangan flora dan fauna, serta sarana transportasi. Namun, saat ini sungai sudah bukan lagi sumber kehidupan karena menjadi tempat pembuangan sampah, ada pendangkalan dan pencemaran.

“Ini panggilan darurat," tutur Willem dalam pengukuhan Sekolah Sungai Papua Barat dan Aksi Bersih-Bersih Sungai di Sorong, Papua Barat, Ahad (22/10).

Degradasi lingkungan, kata dia, saat ini lebih cepat dari laju pemulihannya. Kondisi ini menuntut partisipasi masyarakat bersama pemerintah dan swasta.

"Kalau sungainya bagus, otomatis dampak hujan yang melebihi kapasitasnya, dampak bencana ini berkurang. Kita perlu upayakan normalisasi sungai," ujar Willem.

Dia mengakui sanksi untuk pembuang sampah ke sungai tidak efektif mengurangi pencemaran. Karena itu, BNPB menyosialisasikan dengan mengajak partisipasi masyarakat.

"Kalau mereka dilibatkan membersihkan sungai, otomatis tidak mau mengotori, ini menyangkut perilaku puluhan tahun, harus ubah perilaku ini," katanya.

Willem menggarisbawahi pengurangan dampak bencana tersebut penting. Hal ini mengingat Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan terhadap bencana. Indonesia memiliki beragam bencana yang melanda, mulai dari banjir, longsor, puting beliung, hingga erupsi gunung berapi.

Di antara upaya tersebut, ungkap dia, adalah peluncuran Program Sekolah Sungai Papua Barat dan Aksi Bersih-Bersih Sungai Remu di Sorong, Papua Barat, Ahad. Program Sekolah Sungai diyakini efektif untuk mengurangi risiko bencana yang terutama berasal dari faktor hidrologi, seperti banjir dan longsor.

Program Sekolah Sungai, kata dia, telah dimulai sejak tiga tahun lalu secara nasional. Program ini melibatkan tiga pihak, yakni masyarakat, pemerintah, bersama swasta. Sekolah informal ini memberikan pelatihan untuk pemulihan kondisi sungai.

"Harapannya partisipasi masyarakat sehingga masyarakat aware betapa pentingnya sungai bagi kehidupan manusia. Kalau sungainya baik akan kurangi dampak bencana," kata Willem dalam peluncuran Sekolah Sungai Papua Barat dan Aksi Bersih-Bersih Sungai Remu, di Sorong, Papua Barat, kemarin.

Pelibatan masyarakat secara aktif di Sekolah Sungai, kata dia, untuk melahirkan kesadaran dan interaksi antarwarga. "Sekolah ini diharapkan melahirkan kader pionir yang memiliki dedikasi komitmen tinggi untuk kembalikan ekosistem sungai, baik fungsi sosial, ekonomi, maupun fungsi edukasi sungai," ujarnya.

(Editor: Nashih Nashrullah).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement