Selasa 24 Oct 2017 05:00 WIB

Kode Etik akan Evaluasi Program Dakwah di Internet

Dakwah bisa dilakukan melalui internet. Ilustrasi
Foto: kval.com
Dakwah bisa dilakukan melalui internet. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama tengah merumuskan draft kode etik siaran dakwah di media elektronik. Dirjen Penerangan Agama Islam, Khoiruddin mengatakan, dengan adanya kode etik tersebut pihaknya berharap ceramah agama bisa disampaikan dengan santun, baik di radio, televisi maupun di Internet.

Kode etik yang nantinya menjadi panduan para dai ini setidaknya akan mengatur empat pilar utama. Pertama, yaitu kode etik akan mengatur bahwa dai harus memiliki pemahaman tentang Alquran dan Hadis, serta memiliki wawasan kebangsaan mencakup Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Kedua, kode etik dai juga akan mengatur adab berdakwah. Misalkan, dai harus mampu membaca Alquran dan Hadis dengan baik, tidak menafsirkan ayat atau hadis dengan penjelasan yang tidak pantas, serta tidak mengeluarkan kata-kata kotor dan keji.

Menurut Khoiruddin, kode etik ini nantinya juga akan mengatur pembentukan Tim Pengawas. Tugas tim pengawas tersebut antara lain menganalisa, menilai, dan mengevaluasi program dakwah di media elektronik.

"Kalau tugas tim pengawas itu sebenarnya bukan mengawasi, tapi tugasnya pendampingan. Karena terjadi permasalahan para penyiar agama yang dilakukan di media elektronik. Jadi, tidak ada sanksi kita lebih banyak kepada pendampingan," jelasnya.

Di samping itu, tim pengawas juga bertugas menindaklanjuti aduan masyarakat bersama dengan Komisi Penyaiaran Indonesia (KPI), sehingga bisa didampingi. Sementara, keanggotaan tim terdiri dari Kemenag, Kemen Kominfo, KPI, MUI, asosiasi TV dan radio, ahli media, dan akademisi.

"Jadi kita bersama Menkoinfo, KPI, dan lainnya kita bangun untuk pengawasan ini," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement