REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama tengah merumuskan draft kode etik siaran dakwah di media elektronik. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan, bahwa akhir-akhir ini banyak masyarakat yang mengeluh terhadap para dai di media elektronik, sehingga pihaknya perlu merumuskan kode etik tersebut.
"Intinya begini, masyarakat banyak sekali menyampaikan keluhan kepada kami, agar pemerintah proaktif menata para mubaligh. Dai yang terkadang dalam ceramahnya itu oleh sebagian kalangan itu dinilai kurang pantas itu dilakukan oleh seorang penceramah," ujar Lukman di Bogor, Selasa (24/10).
Menurut dia, dengan adanya kode etik siaran dakwah itu, pihaknya berupaya untuk membatasi penyampaian yang tidak perlu dalam suatu cermah yang disampaikan, sehingga masyarakat tidak menjadi gaduh.
"Kemudian ada kebutuhan di antara para penceramah para dai itu ada kode etik, ada hal-hal yang secara prinsipil dipegangi sebagai sesuatu yang sesungguhnya dalam rangka untuk menjaga integritas dari mubaligh, dai itu sendiri," ucap dia.
Selain itu, alasan dirumuskannya kode etik siaran dakwah ini agar isi dari cermah yang disampaikan para dai tidak keluar dari maknanya. "Terkadang dalam ceramahnya itu mungkin lebih banyak guyonnya," katannya.
Sebelumnya, Dirjen Penerangan Agama Islam, Khoiruddin juga menjelaskan, bahwa dengan adanya kode etik tersebut pihaknya berharap ceramah agama bisa disampaikan dengan santun, baik di radio, televisi maupun di Internet.
"Harapan kami dengan adanya kode etik ini ceramah agama atau penyiaran agama yang dilakukan di media elektronik ini bisa dilakukan dengan santun, dengan benar, dan yang paling pentingbersumber dari Alquran dan hadis Rasulullah SAW," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/10).