REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Lima mantan Komisioner KPU Pakpak Bharat, Sumatra Utara, dituntut masing-masing empat tahun penjara. Kelimanya dinilai telah melakukan korupsi dana hibah Pemilu dari APBD Pemkab Pakpak Bharat tahun 2014 sebesar Rp 471 juta.
Tuntutan ini disampaikan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (24/10). Kelima terdakwa, yakni Ketua KPU Pakpak Bharat, Sahitar Berutu, dan empat komisionernya, Daulat Merhukum Solin, Sahrun Kudadiri, Ren Haney Lorawaty Manik, dan Tunggul Monang Bancin.
"Masing-masing terdakwa terbukti bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat 1 UU
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata jaksa penuntut umum (JPU) Yosua Parlaungan Lumban Batu di hadapan majelis hakim yang diketuai Morgan, Selasa (24/10).
Selain pidana penjara, tim JPU dari Kejari Dairi tersebut juga meminta majelis hakim mewajibkan kelima terdakwa membayar denda masing-masing Rp200 juta. Jika tidak mampu membayar, maka kelimanya diwajibkan untuk mengganti dengan hukuman kurungan badan selama tiga bulan.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Para terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya," ujar Yosua.
Atas tuntutan itu, kelima terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Nota pembelaan akan dibacakan pada persidangan selanjutnya pekan depan.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, KPU Pakpak Bharat disebut mendapat dana hibah dari APBD Pemerintah Kabupaten tahun anggaran 2014 sebesar Rp 641 juta. Dana itu diperuntukkan bagi sosialisasi pemilihan umum DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, serta pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam perjalanannya, dana itu digunakan tidak sesuai peruntukannya. Dana hibah itu justru dimanfaatkan oleh lima Komisioner KPU Pakpak Bharat untuk kepentingan mereka sendiri. Akibat kasus ini, kabupaten Pakpak Bharat mengalami kerugian sebesar Rp 471 juta.